#BoikotJNE. Kata atau tagar #Boikot... ini bukan kali pertama muncul. Sebelumnya kita juga pernah ada #Boikot untuk produk roti dan minuman mineral atau lainnya memviral atau sengaja diviralkan, dan saya anggap ini hanyalah tak lebih untuk mencari sensasional untuk memancing timbulnya kegaduhan.
Kalau kita cermati dan telaah, selain saya anggap untuk mencari sensasional dan memancing timbulnya kegaduhan, sebenarnya muaranya sederhana dan ujung-ujungnya mengerucut pada telah terjadinya polarisasi politis yang tengah berlangsung peperangan antar kubu. Dan saya pun tidak ingin menyebutkan kubu mana dengan kubu mana yang kini sudah menjadi rahasia umum. Dan yang pasti di sini saya tidak ingin terjebak olehnya.
Karena saya anggap semua itu adalah bentuk kegagalan alias gagal paham dalam memaknai sebuah persoalan secara kontekstual, jernih dan utuh. Sehingga setiap persoalan yang non politis pun ikut diseret-seret, digoreng dan diplintir sedemikina rupa untuk kemudian disuguhkan sebagai konsumsi politis. Sudah tentu di balik semua itu ada kepentingan politik pragmatis didalamnya.
Saya bukan pendukung atau simpatisan Babe Haikal dengan segala background-nya, saya bukan pula mau membela Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), #BoikotJNE.
Tapi bagaimana hari ini atau saat ini kita saksikan ucapan seseorang yang tidak ada kontekstualnya dengan persoalan politis kemudian diseret-seret, digoreng dan diplintir sedemikian rupa, untuk kemudian ditembakkan kepada siapa pun. Tak terkecuali sasaran tembuk itu juga diarahkan seperti yang terjadi dan alami jasa pengiriman JNE dengan #BoikotJNE.
Kini, kita sering dihadapkan pada kenaifan, kini pun kita sering dihadapkan bukan lagi pada konstektual yang diucapkan tapi lebih membidik terlebih dahulu siapa yang mengucapkan dan backgound-nya siapa dan apa. Dari background siapa dan apa yang bersangkutan ini si pengucap ini tanpa perlu melihatkan konteks dan kontekstualitasnya dijadikan sasaran tembak seperti yang terjadi di #BoikotJNE. Walau relasi konteks dan kontekstualnya gak nyambung.
Sekali lagi, di sini posisi saya bukan secara serta-merta mau membela JNE atas #BolikotJNE. Karena dalam ini posisi saya tidak dalam kapasitas dukung-mendukung membela atau menyalahkan, pada akhirnya akan terbaca dengan sendiri semuanya ini demi apa dan untuk kepentingan apa. Di sini saya hanya ingin menempatkan posisi saya dalam berbagi kebahagiaan berbagi keberkahan bersama JNE.
Sebagai jurnalis dan penulis buku, setidaknya sudah ada empat buku yang saya tulis dan terbitkan di tahun 2020, masing-masing; Festival Rock se-Indonesia, Nada-Nada Radikal Musik Indonesia, God Bless -- Aku Bersaksi, dan 70 Tahun Maestro Rock Indonesia -- Ian Antono, yang saya terbitkan secara self publishing. Â
Dalam kesempatan ini pastinya saya menghaturkan terimakasih buat teman-teman yang telah mengapresiasi buku saya di manapun berada.
Juga saya mengucapkan terimakasih buat JNE yang telah membantu dan melancarkan pemberangkatan pengiriman buku saya sampai ke pelosok.
Entah apa jadinya manakala tanpa JNE sebagai jasa pengiriman yang telah membantu dan melancarkan pemberangkan pengiriman buku hingga tujuan dan diterima pemesan, bahkan keberadaan di pelosok dan terjangkau JNE.