Seorang koruptor tampak lemah tak berdaya terlentang di atas tempat tidur. Matanya menerawang menatap langit-langit kamar, tangannya terlipat khas penderita stroke. Pemandangan ini sangat menyedihkan bagi seorang syaukani, mantan penguasa kalimantan timur yang telah melahap uang negara bermilyar-milyar. Oleh karena penyakitnya ,yang katanya dokter, sudah tidak bisa disembuhkan maka presiden memberikan remisi kepada "beliau ". Remisi itu setelah dikurangi masa hukuman akhirnya si koruptor sakit ini bisa pulang ke tanah kelahirannya. Apakah dia akan sehat atau bahkan mati hanya Tuhan yang tahu. Yang penting dia sudah bebas di dunia ini.
Di daerah juga ada mantan kepala dinas kesehatan yang diciduk dan dijeblolkan ke penjara oleh karena korupsi alkes. Modusnya sama "sakit" dan butuh perawatan akhirnya bisa tidur lebih enak di ruang perawatan dari pada di sel. Ada lagi mantan penguasa sekelas Syaukani, sabetannya M juga, yang sekarang lemah di rumah sakit. Mungkin mereka belajar dari dedengkot koruptor Indonesia, Soeharto , yang bebas karena alasan sakit permanen.
Ada yang agak aneh jika kejadiannya semacam ini. Mengapa seorang pejabat atau orang yang memungkinkan dirinya untuk meraup keuntungan dengan cara melawan hukum, tapi ujung-ujungnya dia sendiri tidak bisa menikmati hasil jarahannya. Apa yang mereka takutkan di masa tua mereka jika mereka tidak korupsi, toh mereka dengan tidak korup saja sudah cukup untuk masa tua mereka. Untuk membahagiakan anak dan cucu mereka ? apakah dengan cara itu mereka membahagiakan keluarga, yang pada akhirnya membuat anak-anak dan cucu mereka malas untuk berusaha atau bertengkar untuk memperebutkan harta karun ortu mereka. Belum lagi stigma di masyarakat akan menganggap mereka adalah keturunan korupsi. Nah yang satu ini perlu diciptakan, seperti halnya stigma PKI di jaman orde baru dulu. Keluarga PKI sangat sulit mendapatkan pekerjaan dan berusaha di jaman itu.
Karena sekarang momennya memberantas korupsi, maka para koruptor yang terbukti mencuri uang negara, mereka dan keluarganya harus mendapatkan sangsi di masyarakat. Jangan sampai mereka dinyatakan salah oleh negara, tapi merekan justru menjadi pahlawan di kehidupan sosialnya.
Cinta terhadap keluarga, ingin melindungi keluarga dan membahagiakan mereka adalah wajib. Tapi menjunjung tinggi intergritas diri itu jauh lebih penting. Mudah-mudahan apa yang disaksikan di wajah pak syaukani itu menjadi pembelajaran para pejabat bahwa mencuri uang negara itu percuma bila toh mereka juga tidak bisa menikmatinya. Bunga bakung yang di lembah saja tidak pernah merawat dirinya tapi dia tetap indah. Burung -burung di udara tidak pernah memasak makanannya tapi Tuhan memberikan kecukupan pada mereka. Apalagi kita manusia yang berakal budi, Tuhan pasti melimpahkan berkatNya pada mereka yang takut akan Tuhan, yaitu menjauhi larangan-laranganNya dengan sungguh-sungguh.
Law inforcement harus benar-benar ditegakan. KPK adalah super body yang sangat diharapkan mengubah citra indonesia yang super korupt. Hari ini ada berita baik, 26 mantan dan ada yang masih aktif dinyatakan tersangka korupsi. Mereka disahkakan menerima suap atas terpilihnya miranda gultom sebagai deputi senior bank Indonesia th 2004. Saya agak optimis 26 orang ini akan dibui, karena 4 rekannya sudah divonis lebih dulu, hanya yang 26 baru sekarang dapat giliran.
Kalau perundangan -undangan dan hukum dibawahnya ditegakan di bumi Indonesia ini, bukan hal yang mustahil Indonesia akan menjadi bangsa yang maju dan sejahtera. Karena prilaku korup itu telah merampas hak-hak sipil untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Jika korupsi dapat dieleminir maka masyarakat akan memperoleh apa yang seharusnya mereka peroleh. Semoga pemberantasan korupsi bukan sebuah fatamorgana di negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H