Mohon tunggu...
Alex Mulandar Manalu
Alex Mulandar Manalu Mohon Tunggu... Pengacara - Internship lawyer - Gading and Co. Law Firm

Hukum - Kebijakan - Politik

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penggunaan Ijazah Palsu Sebagai Tindak Pidana Korupsi

23 Juni 2024   04:34 Diperbarui: 23 Juni 2024   19:51 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ijazah yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan formal merupakan salah satu syarat utama untuk memenuhi seleksi suatu pekerjaan baik untuk swasta maupun negeri. Menurut KBBI, Izajah adalah surat tanda tamat belajar. Namun, bukan tidak mungkin seseorang menggunakan izajah palsu demi diterima menjadi pegawai swasta atau Pegawi Negeri Sipil (PNS). Jika melihat kebelakang, sering terjadi peristiwa dimana seseorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ternyata menggunakan ijazah palsu seperti baru-baru ini seorang PNS di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kota Tanjungbalai-Sumatera Utara yang ditangkap karena ijazah lulusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara diduga merupakan Izajah palsu. Penggunaan izajah palsu oleh seorang PNS adalah tindakan serius yang melibatkan aspek adminitrasi, hukum dan etika. Menurut penulis, tindakan ini dapat digolongkan sebagai tindak pidana khusus yaitu Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR). Namun sebelum membahas korelasinya dengan tindak pidana korupsi, terlebih dahulu merumuskan aspek hukum dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai delik materilnya.

DELIK MATERIL PENGGUNAAN IJAZAH PALSU

Apabila ditinjau dari KUHP yang berlaku saat ini, maka penggunaan izajah palsu dapat dikenakan Pasal 263 ayat (2), yaitu:

Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu menimbulkan kerugian.

Menurut R. Soesilo dalam penjelasannya terhadap Pasal 263 KUHP, surat yang dipalsu itu harus suatu surat yang salah satunya adalah dapat menerbitkan suatu hak (misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dll). Lebih lanjut R. Soesilo mengatakan bahwa sudah dianggap sebagai mempergunakan, ialah misalnya: menyerahkan surat itu kepada orang lain yang harus mempergunakan lebih lanjut atau menyerahkan surat itu ditempat dimana surat tersebut harus dibutuhkan. Dalam hal menggunakan surat palsu inipun harus pula dibuktikan, bahwa orang itu bertindak seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, demikian pula perbuatan itu harus dapat mendatangkan kerugian.

Dalam hal perkara diatas, maka jelaslah penggunaan izajah palsu tersebut merupakan tindak pidana yang merugikan masyarakat, Universitas Sumatera Utara dan Pemerintah Indonesia. PNS yang menggunakan izajah palsu tersebut telah mencoreng nama baik Universitas Sumatera Utara. Apabila si PNS tersebut tidak menggunakan izajah palsu, maka seharusnya yang menjadi PNS adalah orang yang memiliki izajah asli dan mempunyai legalitas. Dengan diangkatnya pemilik izajah palsu tersebut menjadi PNS, maka Pemerintah harus membayar gaji selama dia menjabat sebagai PNS. Dengan demikian, perbuatan tersebut dapat diancam pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun (Pasal 263 ayat 1 KUHP). Namun dalam ketentuan ini, tidak diatur denda yang dikenakan terhadap pengguna izajah palsu. Dendanya baru diatur dalam KUHP baru yang akan berlaku pada tahun 2026.

Pemerintah menganggap penggunaan izajah palsu merupakan hal serius untuk ditanggapi, sehingga ketentuan pengguanaan izajah palsu diatur khusus dalam KUHP baru, yang dimuat dalam Pasal 272 ayat (1) yang berbunyi:

Setiap orang yang memalsukan atau membuat palsu ijazah atau sertifikat kompetensi dan dokumen yang menyertainya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V

Sanksi pidana dalam pasal ini memuat ketentuan pidana denda dengan kategori V yaitu paling banyak 500 Juta Rupiah (Pasal 79 ayat 1 huruf e KUHP).

ASPEK HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP PENGGUNA IZAJAH PALSU

Aspek hukum tindak pidana korupsi terhadap pengguna ijazah palsu mempunyai korelasi dengan ketentuan yang diatur dalam KUHP. Dengan kata lain, sebelum menentukan penggunaan izajah palsu sebagai tindak pidana korupsi, terlebih dahulu membuktikan bahwa perbuatan itu memenuhi unsur ketentuan dalam KUHP yang telah dijelaskan diatas. Titik temu antara pengguna izajah palsu dengan tindak pidana korupsi adalah dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Sebagaimana dijelaskan diatas, kasus PNS yang menggunakan izajah palsu telah merugikan keuangan negara karena harus membayar gaji selama orang tersebut menjabat sebagai PNS. Dengan demikian, pelaku dapat dikenakan Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyebutkan sebagai berikut:

setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya  diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara  minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah  dan paling banyak 1 miliar rupiah.

Izajah palsu yang digunakan PNS tersebut telah memenuhi unsur yang disebutkan dalam ketentuan diatas. Adapun unsur-unsur yang dimaksud sebagai berikut:

  • Setiap Orang

Unsur ini tidak memandang jabatan seseorang apakah seorang PNS atau bukan. Namun dalam kasus ini yang dimaksud setiap orang adalah PNS yang menjabat di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kota Tanjungbalai-Sumatera Utara.

  • Secara melawan hukum

Perbuatan tersebut telah jelas melanggar ketentuan sebagaimana disebut dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP lama atau Pasal 272 ayat (2) KUHP baru. Namun sifat secara melawan hukum yang dimaksud dalam pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun materil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perudang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana (Penjelasan Pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor). Sehingga praktik korupsi dapat berdiri sendiri tanpa melihat materil nya dari KUHP. Akan tetapi, dalam perkara ini telah jelas materilnya disebutkan dalam KUHP, maka pasal ini harus dijunctokan dengan Pasal 263 ayat (2) KUHP.

  • Memperkaya diri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun