Mohon tunggu...
Alex Junaidi
Alex Junaidi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Akibat Pernikahan Diksi

19 Februari 2018   09:19 Diperbarui: 19 Februari 2018   11:48 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sebuah tulisan, apa pun itu bentuknya: fiksi-non fiksi, hard news, features dan opini, merupakan rangkaian, penggabungan kata atau bentuk  'pernikahan' diksi...

Pernikahan diksi (vocabulary) yang pas membuat karya tulis indah dan disayang mata pembaca. Pemilihan diksi yang tepat, sejak awal karangan, mulai saat membuat judul dan lead, menarik audiens lebih dalam memelototi tulisan kepala hingga kaki.

Vocabulary menyiratkan perasaan penulis: apakah dia penuh atau kosong imajinasi dengan pilihan ungkapan atau kata yang nggak basi? Apakah dia tergolong pengarang  yang sederhana atau penuh warna dengan diksi yang variatif? (seberapa variatif ia memilih kata)

Atau suasana batin seperti apa ketika dia menulis: gembira, biasa saja atau sedih dan perih?

Memilih diksi seperti memilih pacar, suami atau istri... (lebaytuna....): Rasakan...(pas nggak ya?, ada chemistry nggak ya?), bayangkan... (mirip Dilan, nggak? Brad Pitt? Vanessa Prescilla?  Jennifer Aniston?), ungkapkan... (katakan seperti nyebut nama pacar), pahami... (artinya), dan uji dengan kata atau ungkapan lain...(rame, semarak, pecah, seru, heboh, seronok (kayak film Upin Ipin)...

Yang juga perlu kamu perhatikan dalam memilih diksi yang membuat tulisanmu jadi tambah seksi hingga pembaca jatuh hati: Unsur irama... (bukan Bang Haji, tapi komponen atau akhiran bunyi, seperti... i...i...i...), keindahan... (puitis, tapi sekali lagi, jangan lebay), dan ringkas... (nggak berpanjang-panjang seperti karya mak erot, pendek, padat, singsat, usahakan kata jangan dipakai beruangkali... (bosan kaliiii..)

Lalu? Mari memilih diksi dan memperbaiki tulisan, judul, lead, body hingga kaki...

Seperti biasa boleh baca-baca teori, seperti dalam buku ini: "Seandainya Saya Wartawan Tempo" (Edisi Revisi),  Goenawan Mohamad, Institut Tempo, 2007. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun