Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kisah Manis dan Intensi Saya Menjadi Kompasioner

24 Oktober 2022   20:31 Diperbarui: 24 Oktober 2022   20:34 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya belum lama menjadi kompasioner. Baru seumur jagung. Baru tiga bulan, sejak akhir Juli 2022 hingga catatan ini saya bikin, 24 Oktober 2022.

Dibandingkan dengan rekan-rekan yang lain, saya masih "New Kids On The Block". Masih serba sedikit pengalaman saya, kecuali bahwa saya nyaman menulis di sini. Terutama karena tulisan-tulisan saya bisa diterima dengan baik. Bahkan salah satu di antaranya bisa masuk ke dalam platform "Infinite".  Ini sangat berarti. Menumbuhkan kepercayan diri. 

Semoga pada HUT Kompasiana berikutnya, sudah ada kisah manis yang berarti yang bisa saya bagikan. Terima kasih untuk Kompasiana!

Sebab itu, saya ingin berbagi tentang intensi saya mau bergabung di kompasiana.

 Tentu saja hobi menulis saya bisa tersalurkan dan bisa dibaca oleh anggota kompasioner yang lain, yang jumlahnya tak alang-kepalang besarnya 1,7 juta. Kalau 1 persennya saja yang membacanya, betapa luar biasanya. Maka bahkan yang berupa curhat remeh temeh juga saya tulis. Konon setiap orang itu unik, setidaknya saya berbagi keunikan. Maafkan jika ada yang kurang berkenan.

Terkait ini pula saya  mohon maaf jika sebagian besar tulisan saya terkait dengan "tanah air" saya, Sumba. Selain terikat secara emosional, saya cukup mengenali pulau ini dan orang-orangnya. Jadi kami dekat satu sama lain.

Namun di sisi lain, karena saya menetap di luar Sumba, selalu ada jarak untuk bisa memandangnya dari jauh. Jarak yang membuat saya lebih obyektif menilai.

Intensi lain adalah karena jumlah wartawan atau katakanlah penulis dari Sumba masih sangat sedikit. Angka 50 mungkin terlampau besar. Semoga perkiraan saya salah. Berarti jumlahnya bisa lebih dari itu.

Dari yang sedikit ini, saya adalah angkatan kedua atau ketiga yang bisa menulis, terutama menulis di media massa. Tetapi yang sungguh memilih profesi sebagai jurnalis dan penulis, (barangkali) baru saya dan beberapa teman yang untuk  menghitungnya saja jari tangan saya tak habis. Selebihnya adalah teman-teman yang sebenarnya bisa menulis namun telah memilih menjadi ASN pada berbagai bidang. Tugas-tugas pokok sebagai ASN telah menyita seluruh waktu mereka.  

Karena jumlah kami yang masih sedikit ini,   saya merasa terpanggil untuk menulis tentangnya, sembari menyiapkan generasi muda yang ingin menekuni bidang ini. Karena itu, setiap kali saya kembali ke rumah, secara sengaja saya umumkan, kalau ada sekolah atau gereja atau lembaga lain yang menginginkan saya berbagi pengalaman sejam-dua jam dengan siswa-siswinya terkait kepenulisan, tolong kontak saya. Saya tak minta bayaran sepeser pun. Mimpi saya, kelak jika seseorang mencari referensi tentang Sumba, buku atau tulisan yang mereka temukan adalah hasil karya orang Sumba sendiri.

 Saya senang bahwa sekarang ada satu-dua orang adik-adik saya dari Sumba  yang ingin terjun ke dalam bidang kepenulisan. Saya selalu menguatkan mereka agar tekun. Sebab hanya dengan ketekunan, seseorang bisa mencapai tahap profesional. Dan pasti akan menghidupi. Dus, dalam bidang apapun juga kita mesti profesional, bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun