Ini tulisan lama yang saya lakukan edit minor atasnya, terkait kasus positif HIV di Kota Bandung tertinggi se-Jawa Barat pada Januari hingga Juni 2022, antara lain seperti dikabarkan oleh Kompas.com (https://regional.kompas.com/read/2022/08/25/155623878/kasus-hiv-di-kota-bandung-tertinggi-di-jabar-ini-penyebab-dan-gejalanya).
Saya pernah mewawancarai dr. Andi Nafsiah Walinono Mboi, SpA, M.P.H Â atau biasa disapa Nafsiah Mboi dalam kapasitasnya sebagai Menteri Kesehatan RI pada 2014. Kali itu terkait Peraturan Pemerintah (PP) No.61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang membolehkan aborsi dilakukan karena kedaruratan medis dan korban hasil perkosaan. Karuan saja ormas, LSM dan lembaga agama menentang keputusan tersebut. Bulan Maret tahun 2021 saya kembali mewawancarainya untuk kepentingan yang lain. Nafsiah kini adalah Ketua Pembina Yayasan Kemitraan Indonesia Sehat (YKIS).
Waktu saya masih SD tahun 1985, Ibu Nafsiah bersama Pak Ben Mboi (1935-2015) beberapa kali mengunjungi Sumba dalam kapasitas Pak Ben sebagai gubernur NTT (1978-1988). Kami, anak-anak SD selalu berbaris di tepi jalan meneriakan yel-yel "Operasi Nusa Hijau (ONH), Operasi Nusa Makmur (ONM)": Â Hidup ONH....Hidup ONM....sambil tangan kanan dikepalkan.
Pak Ben dan Bu Nafsiah betul-betul berjuang mengangkat derajat kesehatan warga di Provinsi NTT. Mereka berhasil. Dan diganjar Ramon Magsaysay Award pada tahun 1986. Ini penghargaan yang punya mutu tinggi sampai sekarang.
Tetapi kerap langkah yang diambil Nafsiah Mboi memicu kontroversi.Tahun 2004, bersama Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dan beberapa kementerian terkait melahirkan "kesepakatan Sentani" yang salah satu isinya adalah mempromosikan penggunaan kondom pada setiap aktifitas seksual berisiko. Karuan saja banyak pendeta di Papua menolak isi kesepakatan itu.
Belum lagi seminggu menjabat sebagai Menteri Kesehatan pada Juni 2012, Nafsiah sudah digoncang demonstrasi oleh sebuah ormas Islam. Gara-garanya adalah pernyataan Nafsiah tidak dikutip dengan benar oleh wartawan.
"Hari pertama saya jadi menteri, omongan saya sudah salah dikutip media. Mereka bilang, Menkes yang baru mau bagi-bagi kondom ke anak sekolah. Padahal itu bohong. Saya tidak pernah bilang begitu. Saya ada rekaman videonya. Lalu FPI berdemo di kantor saya. Pagar di depan kami ini dirusak oleh mereka. Saya bilang sama teman-teman, saya sudah biasa kok di demo seperti ini, jadi tidak usah khawatir," ujarnya sembari tertawa.
Suara Nafsiah kembali terdengar ketika di Jawa Barat sedang heboh soal penularan HIV (Human Immunodefiency Virus) dan ada usulan Wagub Uu Ruzhanul Ulum agar poligami dipermudah demi menekan angka penularan HIV. Belakangan Uu meminta maaf atas usulan tersebut. Menurut Nafsiah tidak sesimpel poligami, karena penanganan HIV cukup rumit.
Soal mempromosikan pemakaian kondom, sebenarnya apa motif  Anda melakukannya? Â
Ini untuk pencegahan karena kita tahu angka seks beresiko, juga di kalangan pelajar cukup tinggi di Indonesia. Soal  (bagi-bagi) kondom ini yang ditanyakan FPI kepada saya. Yang pasti saya tidak pernah membagi-bagikan kondom kepada anak sekolah.  Yang saya sampaikan adalah kami memakai pendekatan yang komprehensif. Ada pendidikan agama, moral, seks dan pendidikan kesehatan reproduksi. Tetapi kalau ada orang yang cuekin agamanya dan dia ke tempat pelacuran, atau anak-anak sekolah melakukan hubungan seks berisiko, sebagai Menkes saya berkewajiban untuk mengatakan "jangan".  Saya wajib mencegah penularan bukan hanya HIV, tetapi semua jenis penyakit kelamin.  Saya berkewajiban menyetopnya. Itu tugas saya. Kalau saya biarkan, berarti saya tak becus sebagai Menkes.
Mereka jawab, "Nanti kondom akan membuat anak-anak muda melakukan seks bebas." Saya bilang, tanpa kondom pun mereka sudah seks bebas. Kondom itu barang bodoh. Kalau saya ajarkan bagaimana caranya memakai kondom, lalu kepada Anda saya bagi-bagikan kondom, keputusan datang ke lokalisasi ada pada Anda sendiri, bukan dari saya. Ini soal perilaku saja. Mereka tetap tidak setuju. Mereka bilang pake syariat Islam. Pelaku harus dirajam sampai mati di depan umum. Saya bilang, saya ini cuma Menkes, saya tidak berwenang untuk melakukan itu. Kalau mau dirajam, ya harus ada dalam hukum positif kita. Â Akhirnya kami sepakat pisah baik-baik, dalam keadaan tidak sepakat. Â Bagi saya silakan saja berdemo, Â so what gitu loh, he-he-he-he.