Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Efraim Landu Djama: Bersekolah karena "Arisan Pendidikan"

1 September 2022   14:58 Diperbarui: 4 September 2022   06:05 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Efraim Landu Djama, kini berprofesi sebagai perawat (Foto:Lex)

Hujan deras tiba-tiba menghantam Waingapu, Ibukota Kabupaten Sumba Timur, NTT,  pada akhir Maret 2022. Padahal kami sedang berkeliling mencari pemondokan Efraim Landu Djama (24), di Kilometer 6 Waingapu, di sisi barat kota. Berbelok dari jalan utama, kami mesti menurun tajam, melewati jalan sempit dan licin. Efraim sedang berada di Kalu, bagian timur Waingapu. "Lagi kunjung teman di kostnya," kata dia lewat HP.

Berselang 30 menit Efraim sudah di depan kami. Kaosnya basah oleh hujan. "Minta maaf Kakak, saya terlambat," ujarnya.

Efraim adalah salah satu anak dampingan Yayasan Wahana Visi Indonesia (WVI) dari Desa Ramuk di Kecamatan Tabundung, Sumba Timur. Setelah lulus SMP, ia merantau ke Waingapu untuk melanjutkan SMA. Lulus SMA ia masuk Program Studi Keperawatan Waingapu yang berada di bawah Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kemenkes Kupang.  Lembaga ini menyelenggarakan Pendidikan Diploma III Keperawatan. Lulus dari sana ia diterima bekerja sebagai perawat di klinik dr. Rien,  Jalan Ahmad Yani, Waingapu.

"Harus berani keluar. Kalau tetap di kampung, paling tinggi hanya lulus SMP lalu jadi petani. Saya didorong oleh kakak-kakak dari WVI untuk melanjutkan sekolah. Bantuan mereka waktu kami masih di SD dan SMP sangat berarti bagi saya," ujarnya.

Sebagai anak dampingan,  ia dan 100 teman lainnya dari Desa Ramuk mendapatkan perlengkapan sekolah, kesehatan dan pendampingan. Ia belajar berbicara di depan umum. Juga dilatih berorganisasi. Mentalnya terbentuk. Wawasannya terbuka.

"Dulu saya sangat pemalu. Sekarang sudah berani bicara di depan umum. Juga berdebat," kata Efraim yang pernah menjadi Ketua Forum Anak Desa Ramuk.

Alam di Desa Ramuk yang berbukit dan berlembah, tanpa jalan raya dan angkutan umum, serta kondisi keluarganya yang serba berkekurangan telah membentuk karakter Efraim. Ia pantang menyerah.

Ketika lulus SD di desanya,  Efraim masuk SMP.  Tetapi SMP paling dekat berada di desa lain, di Desa Mahaniwa yang berjarak 6 kilometer dari dusunnya. Setiap hari ia mesti berjalan 12 km pergi-pulang, turun naik bukit, menyeberangi sungai.

Begitu tamat SMP, Efraim harus pergi lebih jauh dari kampungnya. Yakni ke Waingapu, ibukota Kabupaten Sumba Timur. Ia naik truk dari sana, alat tranportasi utama yang menghubungkan desanya dengan Waingapu. Berangkat pukul 07.00 tiba pukul 18.00.

"Ini rumahnya Om. Dia PNS. Yang tinggal di sini sekarang ada ada 12 orang. Semua anak-anak dari Ramuk yang sekolah di Waingapu," jelasnya.

Rumah yang ia maksud tak lebih bangunan dari tembok mirip bedeng, berderet dua, di sisi bukti yang sudah diratakan. Meskipun begitu, halamannya hijau oleh beragam tanaman sayuran, bunga dan buah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun