Jonan yang diliputi rasa lelah segera memindah posisi duduknya. Melipat jaket untuk bantal, rebahan dan tertidur pulas dengan posisi meringkuk. Saat Jonan tertidur itulah Agus melihat ada momen langka. Ia mencabut ponsel pintarnya, membuka kamera, dan klik!
=000=
Ketika pertama kali menjabat sebagai Dirut PT KAI Jonan mendapati tidak ada penampungan limbah manusia dalam kereta. Maka yang ia benahi pertama adalah toilet kereta.
"Saya kaget karena ternyata di kereta kita tidak ada penampungan. Jadi limbah manusia langsung dibuang begitu saja di tanah," ujar Jonan. Bagi Jonan toilet mencerminkan perilaku suatu masyarakat.Â
Ia bertanya kepada teknisi PT KAI mengapa tidak ada penampungan. Teknisi bilang tidak mungkin bisa menampung karena penumpang kereta terlalu banyak.Â
"Saya lalu bilang pesawat Boeing 747 yang penumpangnya lebih banyak saja bisa. Jadi, di kereta harus bisa," ujarnya.
Tak cukup sampai di situ, kata Jonan, pihak teknisi kembali mengatakan bahwa untuk membuat sistem toilet yang diinginkan Jonan tersebut, dibutuhkan biaya sekitar 750 juta rupiah per toiletnya.
Jonan bersikeras. Teguh pada pendiriannya. Sistem toilet dengan penampungan limbah dapat terealisasi dan hanya menelan biaya  100 juta rupiah.
Lewat toilet itulah, Jonan mengajak seluruh karyawan PT KAI peduli pada pelanggan. Sebelumnya, karyawan PT KAI sangat acuh tak acuh melayani penumpang.
"Nek gelem yo monggo, kalau ndak ya terima kasih. Ini terjadi karena merasa tidak ada saingan. Kami belum customer oriented," ujar Jonan dalam dialek suroboyoan yang kental.
Secara pribadi, kata Jonan, ia memilih keluar dari City Bank dan menerima tawaran membenahi KAI karena ia menyukai tantangan. Ada saatnya orang bekerja untuk dirinya sendiri. Ada saatnya bekerja untuk kepentingan yang lebih luas, yaitu orang lain yang lebih membutuhkan. Masyarakat dan bangsa.