Kami sudah menikah 23 tahun. Secara Katolik. Juga disahkan di Kantor Catatan Sipil, sebagai warga negara Indonesia.Â
Hukum gereja dan hukum negara berjalan seiring. Tanpa ada perjanjian pranikah. Kecuali komitmen bersama untuk menjaga "apa yang telah disatukan oleh Allah, tak boleh diceraikan manusia".
Negara Indonesia mengenal hukum Perjanjian Pra Nikah seperti diatur dalam ketentuan Pasal 29 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan:
"Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut."
Tafsir saya, barangkali karena negara memahami bahwa pasangan yang akan menikah tidak tahu apa yang akan terjadi kela.
Maka, perlu diantisipasi, terutama tentang pemisahan harta, utang, warisan yang dibawa masing-masing pasangan sebelum menikah, dan harta yang diperoleh dalam perjalanan bersama sebagai pasangan suami-istri.Â
Negara menjamin hal ini, meskipun setiap pasangan bebas memilih apakah memakainya atau tidak.
Setiap pasangan yang memilih menikah, pada mulanya dan juga sepanjang perjalanan kehidupan perkawinan itu, pasti berupaya maksimal agar langgeng sampai maut memisahkan mereka. Intensi awalnya adalah berdua membangun rumah tangga, dan kelak jika dikaruniai anak-anak, berupaya mendidik mereka sebagai anak yang berbakti kepada agama, nusa dan bangsa. Tak ada seorang pun yang merencanakan perceraian. Kita bisa merencanakan titik berangkatnya, tapi tak pernah tahu titik akhirnya kapan dan di mana. Perkawinan barangkali seperti juga kematian.
Saya pernah mendapat curhat teman yang akan bercerai. Yang ia tanyakan pertama, apakah boleh bercerai padahal mereka menikah secara Katolik?Â