Hingga akhir 2016 belum ada jalan beraspal ke Distrik Popukoba, Kabupaten Wamena, Provinsi Papua. Batas jalan raya hanya sampai Tanah Longsor, satu jam berkendara dari Wamena. Dari situ mesti berjalan kaki sekitar tiga jam untuk sampai ke pusat distrik.
"Awal tahun 2000 saya masih jalan kaki selama enam jam dari Popukoba ke Wamena. Sekarang kita bersyukur sudah ada jalan perkerasan. Tetapi hanya mobil strada yang bisa masuk. Jalan baru saja dirintis," kata Yallela Yusup Hisage, kader kesehatan Wahana Visi Indonesia (WVI) Wamena. Strada adalah salah satu mobil jenis four wheel drive.
Sebelum menjadi kader MTBSM (Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis Masyarakat), Yusup adalah kader kesehatan di Puskesmas Wamena Kota. Sesungguhnya ia datang ke Wamena untuk melanjutkan sekolah ke SMA. Tetapi tidak ada biaya. Sekolahnya putus di tengah jalan.
"Hanya sampai kelas 1, terus tidak lanjut lagi. Tetapi sekarang saya sudah punya ijazah SMA dari kejar paket C. Lulus tahun 1993," ujarnya tertawa.
Meskipun lulus SMA, tetapi Yusuf tidak tahu tahun berapa ia lahir. Dia hanya mengira-ngira saja usianya. Kata dia, waktu operasi militer tahun 1977 di Pegunungan Tengah ia sudah berusia 10 tahun.
"Jadi saya lahir itu sekitar tahun 1967. Tapi di ijazah mereka tulis lahir 1978," ujarnya.
Saat putus sekolah itulah ia bekerja serabutan untuk hidup. Beruntung ia bertemu Paulus Ronsumbre, perawat asal Biak yang bekerja di Polindes Holima.
Polindes ini berada di bawah Puskesmas Hom-Hom. Di sini Yusup membantu apa saja, termasuk mulai belajar mengenali penyakit dan cara memberi obat.
"Misalnya kalau batuk kasih obat Dexa. Diare kasih oralit. Trus ada amoxilin, antasida dan lain-lain. Itu terus yang saya pelajari setiap hari," ujarnya.
Setahun di Polindes Holima, Yusup pindah ke Puskesmas Hom-Hom, lalu ke Puskesmas Wamena Kota. Ini lantaran Paulus dipindahkan sebagai perawat ke Rumah Sakit Jiwa di Jayapura.