Kami akhirnya tiba di rumah Pak Jailani di Kampung Pimpinan Parit, Kecamatan Teluk Keramat, Sambas. Hari telah sore. Kampung Pimpinan Parit berupa deretan rumah-rumah dengan parit yang lebar di depan,  dipisah oleh jalan dari ujung ke ujung  yang berakhir di sebuah masjid kampung. Setiap rumah  memiliki jembatan yang menghubungkan  halaman rumah mereka dengan jalan. Parit-parit yang penuh air sore itu telah berubah menjadi kolam yang  menyenangkan bagi anak-anak. Suara mereka riuh. Tertawa riang berenang di sana.
Eloknya di kampung, semua orang saling kenal. Kami hanya bermodal "Pak Jailani guru SD Sasak", dan orang-orang  menunjuk ke arah sama.
"Rumahnya di dekat masjid," kata mereka.
Pak Jailani salah satu guru yang persis menerapkan metode Sekolah Hijau dalam proses pembelajaran di kelas. Ia dinilai sangat kreatif. Tapi kini ia sedang  dibekap penyakit.  Kesehatannya terganggu. Telah beberapa bulan ia tidak mengajar. Rekan guru dan orang tua siswa di Sasak sudah merindukan sosoknya kembali.
"Saya sangat kesakitan kalau naik motor atau duduk terlalu lama," ujarnya. Diagnosa sementara, ia mengalami kejepit syaraf atau pengapuran di pinggul.
Pak Jailani dijuluki "master" bedah kelas dalam program Sekolah Hijau di SDN 07 Sasak. Ia banyak memanfaatkan barang-barang bekas dalam pembelajarannya. Juga menciptakan pantun  dan lagu-lagu yang berisi materi pembelajaran.
"Pantun dan lagu mudah melekat dalam memori anak," alasan Pak Jailani.
Metode Sekolah Hijau dikembangkan untuk meningkatkan antusiasme siswa terhadap kegiatan belajar-mengajar yang interaktif, kontekstual dan memiliki muatan lokal yang dekat dengan keseharian mereka. Antara lain dengan pembuatan alat peraga edukatif dari barang bekas, mengubah metode belajar menjadi lebih kreatif dan menarik bagi anak-anak.
"Sekolah Hijau memakai model pembelajaran baru. Kita bawa anak-anak keluar kelas. Mereka akan punya pengalaman yang lain. Ada juga yel-yel yang kita nyanyikan bersama setiap 30 menit. Sangat menarik bagi siswa. Sekolah Hijau bagus konsepnya. Belajar dari alam. Sebab itu guru harus belajar juga agar  kreatif dan membuat suasana kelas hidup," kata Jailani lagi.
 Sementara pada pembelajaran model lama, kata dia, guru hanya mendikte dan murid mencatat serta mengerjakan soal.
Kunci kelas yang hidup berada di tangan para guru. Rasa antusias dan percaya diri para siswa perlu dibangkitkan. Suasana kelas perlu diolah. Misalnya, kata Pak Jailani, posisi tempat duduk siswa diubah-ubah mengikuti "letter u" atau "letter o". Â Dengan mengubah tempat duduk, suasana kelas menjadi nyaman dan menyenangkan untuk belajar. Guru juga akan mudah memperhatikan seluruh siswa.