Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pembual Besar Itu Telah Menyihir Saya

31 Juli 2022   09:52 Diperbarui: 31 Juli 2022   09:55 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perpustakaan di SD Katolik Wikico Kawango di Kodi, Sumba Barat Daya, NTT adalah sebuah lemari berukuran sedang. Isinya penuh  buku cerita. Hanya satu lemari itu. Semua buku dari Dinas P &K ditimbun di sana.

Ayah saya guru. Pada sekolah itu. Jadi saya punya semacam previlese untuk bisa membuka lemari dan mengambil buku apa saja yang mau saya baca. Tetapi lebih dari itu, yang suka membaca barangkali hanya saya dan beberapa teman yang lain. Tak lebih dari lima orang. Tetapi saya yang paling "sinting" membacanya dari mereka.

Suatu kali setelah semua buku dalam lemari itu habis saya baca, yang puluhan atau ratusan judul itu-semuanya saya baca-datang komik bergambar. Tentang Winnetou dan Old Shatterhand. Penulisnya adalah Karl May (1842-1914), penulis Jerman yang dijuluki "tukang bohong nomer satu". Karena ia menulis hampir semua karyanya hanya dengan fantasinya. Ia tak pernah pergi ke "wild west" Amerika yang menjadi latar novel-novelnya. Sampai ia tutup usia.

Ah, sebuah kemewahan luar biasa. Saya langsung tertarik. Jatuh cinta setengah mati. Sekali duduk bisa habis 5-6 buku. Lalu saya baca ulang lagi. Dan lagi. Dan lagi! Sebab "jatah" berikutnya entah datang kapan? Sampai buku itu lusuh di tangan.

Beranjak remaja, tahun 1986, tamat SD. Masuk SMP Wonakaka di Homba Karipit (HK). Berjarak 4 km dari rumah. Tinggal di asrama. Asrama ini dua unit gedung dari tembok. Satu ruang belajar. Satu ruang tidur.

Asrama hanya berjarak 50 meter di belakang pastoran HK. Ketika itu Pater Moses Beding, CSsR adalah Pastor Paroki. Ia orang Indonesia pertama yang menjadi imam Redemptoris (CSsR). Pernah tinggal di Jerman (Barat). Bahkan ditahbiskan sebagai imam di sana. Waktu itu misi Redemptoris di Palau Sumba-Sumbawa masih berada di bawah Provinsi Bonn, Jerman.

Sebagai "lulusan" Jerman ia pasti pernah "ketemu" Karl May di sana. Membaca buku-bukunya. Sebab itu di perpustakaan beliau ada beberapa jilid novel tentang Winnetou dan Old Shatterhand. Sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Diterbitkan oleh Penerbit  "Pradnjaparamita" Jakarta. Penerbit yang berdiri tahun 1935. Yang kemudian melebur ke dalam Balai Pustaka.

Antara lain Winnetou I: Winnetou Kepala Suku Apache; Winnetou II: Pemburu Binatang Berbulu Tebal dari Rio Pecos; Winnetou III: Winnetou Gugur; dan Winnetou IV: Wasiat Winnetou. Ada pula: Hantu Llano Estacado; Harta di Danau Perak; Raja Minyak; Mustang Hitam.

Ketika saya meminjam untuk membacanya, Pater Moses sangat welcome. Asal, dikembalikan. Di asrama itu barangkali hanya saya yang suka sekali membaca. Sebab itu dulu saya kepingin jadi pastor dan wartawan sekaligus.

Sekarang saya hanya kebagian menjadi wartawan saja. Tidak pastornya.

Tukang dongeng itu benar-benar telah menyihir seluruh akal-budi saya. Saya jadi ikut berkhayal tentang "the wild west". Dunia Barat yang liar. Tentang berburu bison. Tentang savana terbuka dan berdebu. Tentang dar-der-dor. Tentang persahabatan.

Saya masih ingat, buku-buku itu ada yang sudah dimakan ngengat. Ada bagian yang sudah hancur. Banyak kalimat yang putus. Saya akali. Saya tafsir. Saya tulis ulang kata-katanya. Agar ada sambungannya. Ternyata bisa saya lakukan.

Usai SMA saya masuk Yogyakarta. Kuliah yang berantakan. Tapi di shooping center di dekat Pasar Beringhardjo buku apa saja bisa didapat. Saya mulai bisa membeli buku Petualangan Winnetou. Buku tua. Jadi murah saja. Juga novel-novel yang lain. Termasuk yang romantis seperti "Ombak dan Pasir"nya Nasjah Djamin. Juga "Pengakuan Pariyem" Linus Suryadi AG, buku-bukunya Emha Ainun Nadjib, Romo Rahadi-nya Mangunwijaya, Majalah Basis yang lama, dll.

Ketika masuk Jakarta,  secara tidak sengaja saya jumpa Paguyuban Karl May Indonesia (PKMI). Kelompok ini diinisiasi Pandu Ganesa. Orang Malang. Mereka menerjemahkan dan menerbitkan buku-buku Karl May. Termasuk sebuah novel 600 halaman "Dan Damai di Bumi". Ini satu-satunya novel Karl May yang berlatarbelakang Indonesia dan tidak ada dar-der-dor-nya.

=000=

Tahun 1899 Karl May memang pernah sampai ke Padang. Ia naik kapal uap dari Kolombo. Mendarat di Penang, ia berganti kapal menyusuri Selat Malaka sampai ke Sigli, terus jalan darat ke Padang. Di sinilah ia membuat draft novel "Dan Damai di Bumi" yang diterbitkan tahun 1904 dalam bahasa Jerman "Un Friede auf Erden".

Kalau sya tengok lagi masa-masa sekolah itu, saya bersyukur bisa ketemu si "pembual besar" ini. Ia yang membuat saya "terjerumus" sangat dalam. Jatuh cinta sampai sinting! Dan akhirnya menjadi profesi. Yang menghidupi kami sampai hari ini!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun