Keraton Landak adalah sebuah kompleks berukuran dua kali lapangan bola di Desa Raja, Kecamatan Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Masih ada beberapa rumah yang pernah difungsikan sebagai istana dan kediaman raja serta permaisurinya. Dirawat dengan baik dan telah menjadi cagar budaya. Masjid besar pada sisi yang lain, mungkin dibangun belakangan. Komunitas muslim paling besar di Landak bermukim di sini. Â
Kerajaan Landak mula-mula bercorak Hindu, yakni pasukan Raja Singasari Kertanegara dalam ekspedisi Pamalayu pada 1275, untuk menghambat tentara Kerajaan Mongol masuk ke Nusantara. Dalam perjalanan, Kertanegara wafat. Berita sampai ke telinga Sang Nata Pulang Pali I, komandan rombongan. Mereka akan kembali ke Jawa, namun sang komandan membelokkan pasukannya ke Nusa Tanjungpura, nama Borneo kala itu, yang kemudian kita kenal sebagai Kalimantan.
Kerajaan Hindu Landak bertahan hingga 1472, sebelum menjadi kerajaan Islam. Bagaimana proses perubahan ini perlu dipelajari lebih dalam. Sebelum Belanda dan Jepang masuk ke Landak. Ketika Jepang menguasai Landak, terjadi tragedi berdarah yang kini dikenang sebagai "Tragedi Mandor Berdarah" atau "Tragedi Mandor" atau "Oto Sungkup". Sekitar 20 ribu warga Landak dari berbagai etnis dan anggota kerajaan dibantai oleh Tentara Angkatan Laut Jepang. Mereka menyangkalnya. Kata tentara Jepang, hanya sekitar 1000 orang yang mereka bunuh. Tugu peringatan "Juang Mandor" dapat ditemukan di Simpang Kasturi, Kecamatan Mandor. Ada tugu di sana.
Sebab itu, kini  tanggal 28 Juni setiap tahun diperingati sebagai Hari Berkabung Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Sudah dibuatkan Perda pada tahun 2007. Pada kompleks Keraton terdapat 4 buah meriam yang perlu diidentifikasi kapan tahun pembuatannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H