Manajemen klub yang efektif sangat menentukan kesuksesan sebuah tim sepak bola. Banyak tim sepak bola bisa sukses setelah berganti struktur manajemen, contohnya seperti Manchester City yang berganti kepemilikan kepada Sheikh Mansour bin Zayed al Nahyan pada tahun 2008, namun jika tidak dikelola dengan baik, manajemen klub yang buruk akan menjadi musuh terbesar kesuksesan sebuah klub. Hal ini karena manajemen klub berdampak langsung pada aspek keuangan, kualitas pengelolaan sumber daya manusia, dan budaya klub. Manchester United menjadi contoh nyata bagaimana manajemen yang buruk dapat merusak prestasi tim di lapangan dan reputasi klub secara keseluruhan. Dalam analisis ini, kita akan melihat dampak negatif dari manajemen yang kurang optimal pada ekonomi klub dan bagaimana pengelolaan SDM yang lemah berpengaruh pada kinerja pemain dan staf.
Pengaruh Ekonomi dari Manajemen Klub
Dari segi ekonomis, manajemen yang buruk dapat mempengaruhi profitabilitas klub dalam berbagai cara. Pendapatan klub berasal dari berbagai sumber, seperti hak siar, penjualan tiket, sponsor, dan pemasaran global. Manchester United masih memiliki kekuatan ekonomi yang besar, dengan sponsor besar seperti Adidas, serta hak siar yang menguntungkan karena popularitasnya yang luas. Namun, meskipun Manchester United berhasil mendatangkan sponsor besar, profitabilitas jangka panjang klub tetap rentan jika performa tim di lapangan tidak sebanding dengan ekspektasi para pendukung dan sponsor
Ketika performa klub menurun, minat dari sponsor juga akan menurun. Sponsor dan investor tertarik pada klub yang kuat dan kompetitif di liga, sehingga performa buruk yang disebabkan oleh manajemen yang lemah dapat mengurangi daya tarik Manchester United. Selain itu, manajemen yang buruk juga berakibat pada keputusan investasi yang terbatas, seperti dalam pembaharuan stadion Old Trafford dan fasilitas latihan, yang sudah jarang dilakukan dalam dua dekade terakhir
Pengelolaan Sumber Daya Manusia dan Budaya Klub
Sir Alex Ferguson, seorang manajer legenda yang pernah mendiami Old Trafford,  menerapkan budaya kerja keras dan disiplin tinggi serta  menekankan loyalitas dan kinerja optimal dari seluruh pemain dan staf. Namun, sejak kepergian Ferguson, para pakar berpendapat bahwa ada degradasi budaya dalam manajemen klub. Klub sering mengganti manajer, dari David Moyes hingga Ole Gunnar Solskjaer sampai kemarin saja mereka baru memecat manajer baru mereka Erik ten Hag, yang menyebabkan ketidakstabilan dalam klub. Para pemain yang direkrut pun sering kali gagal menunjukkan performa terbaik mereka, walaupun sebelum bergabung Manchester United, pemain-pemain tersebut diprediksi akan menjadi nama besar selanjutnya di sepak bola. Hal ini diduga karena sistem pengelolaan pemain yang kurang efisien dan atmosfer yang kurang kondusif di dalam klub
Gary Neville, mantan kapten Manchester United pada masa kejayaannya, menyatakan bahwa kurangnya kejelasan pada visi dan kepemimpinan dari manajemen membuat para pemain tidak termotivasi. Dalam sebuah perbandingan yang ia lakukan, sang legenda menyamakan situasi di Manchester United dengan sekolah yang terus mengalami penurunan prestasi: bukan murid yang disalahkan, tetapi kepala sekolah dan pengurus yang harus bertanggung jawab. Hal ini mengindikasikan bahwa pemain bintang sekalipun tidak dapat mencapai potensi maksimal mereka dalam lingkungan kerja yang tidak terstruktur dan kurang mendukung.
Konsekuensi bagi Kinerja Klub di Liga
Dampak dari pengelolaan yang buruk tercerminkan pada performa klub di Liga Inggris dan kompetisi lainnya. Klub dengan manajemen yang stabil dan strategi jangka panjang sering kali lebih sukses di lapangan, sebagaimana yang terlihat pada tim rival Manchester City yang dimiliki oleh Sheikh Mansour. Sejak akuisisi oleh investor asing, klub ini berhasil meraih berbagai gelar dan membangun fasilitas latihan kelas dunia, menunjukkan bahwa investasi jangka panjang dan pengelolaan yang stabil sangat menentukan kesuksesan