Ketidakpastian ekonomi global yang masih berlangsung hingga saat ini berimplikasi signifikan kepada kinerja perekonomian nasional yang masih disokong oleh kinerja komoditas. Pelemahan nilai komoditas linear dengan pelemahan ekonomi nasional yang dihadapi oleh Indonesia. Melihat kondisi yang serba tidak pasti ini, sudah saatnya pemerintah bekerja keras “menemukan dan mendorong” sektor lain sebagai penyokong perekonomian. Langkah pemerintah menjadikan sektor pariwisata menjadi salah satu sektor prioritas dan unggulan di lima tahun yang akan datang, dirasa sudah tepat. Akan tetapi mimpi pemerintah ini akan menjadi nyata, jika berbagai persoalan yang menghambat akselerasi sektor pariwisata diselesaikan secepatnya.
Beberapa Hambatan Pariwisata Indonesia : Butuh Perhatian dan Dukungan Serius
The Travel & Tourism Competitiveness Report (TTCR) yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF) setiap dua tahun sekali, mengukur daya saing pariwisata antar negara dengan menggunakan empat pilar utama yakni enabling environment, policy and enabling conditons, infrastructure dan cultural and natural resources. Dengan menggunakan pendekatan WEF tersebut, maka boleh ditarik sebuah kesimpulan bahwa berkembang atau tidaknya sektor pariwisata bukan saja bertumpu pada potensi wisata (alam dan budaya) yang dimiliki oleh suatu negara/daerah, tetapi pertumbuhan sektor pariwisata juga sangat dipengaruhi oleh faktor sumber daya manusia (SDM), promosi atau pemasaran, regulasi pemerintah dan infrastruktur utama dan pendukung pariwisata.
Berdasarkan laporan TTCR 2015, daya saing pariwisata Indonesia menempati urutan 50 dari 141 negara. Posisi tersebut masih jauh tertinggal dibanding Singapura (11), Malaysia (25) dan Thailand (35). TTCR 2015 melaporkan bahwa hampir keempat belas pilar daya saing Indonesia masih jauh tertinggal dari ketiga negara tersebut. Masalah dan kendala yang paling krusial sektor pariwisata Indonesia yang perlu penangan yang serius adalah promosi, infrastruktur (infrastruktur pariwisata, infrastruktur transportasi udara dan darat dan infrasturktur ICT), kesehatan dan kebersihan, keberlanjutan lingkungan, iklim usaha/investasi, keterbukaan internasional, lingkungan bisnis dan sumber daya manusia. Hal yang relatif senada dengan laporan tersebut, Ketua Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI), Sarwo Budi Wiryanti Sukamdani, menyatakan ada 7 (tujuh) permasalah sektor pariwisata Indonesia yakni sarana dan prasarana, SDM, komunikasi dan publikasi, kebijakan dan peraturan, teknologi informasi, masyarakat dan investasi[1].
Jika melihat besaran anggaran promosi pariwisata Indonesia yang masih rendah, hal yang wajar promosi pariwisata Indonesia belum mampu memberikan kontribusi maksimal terhadap pertumbuhan pariwisata. Baru dalam APBN-P 2015, anggaran promosi naik 4 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikaan anggaran promosi yang begitu signifikan ini harus direalisasikan secara efektif dan efisien agar mampu menjawab rendahnya promosi pariwisata Indonesia, mengingat dalam lima tahun terakhir realisasi anggaran promosi hanya 90 persen dari pagu anggarannya.
Masih Minimnya Infrastruktur. Masalah yang tidak kalah penting lainnya adalah infrastruktur. Infrastuktur utama dan pendukung sektor pariwisata (transportasi darat dan laut, infrastruktur teknologi, informasi dan komunikasi/ICT, listrik, air bersih dan infrastruktur pariwisata) di Indonesia masih sangat rendah menurut TTCR. Hal ini diakui oleh menteri pariwisata Arif Yahya dan beberapa dinas pariwisata di berbagai daerah[3]. Padahal, menurut berbagai literatur ekonomi, infrastruktur adalah salah satu yang menentukan bergerak atau tidaknya semua sektor perekonomian, termasuk sektor pariwisata. Kelemahan infrastruktur tersebut juga pada akhirnya berdampak pada aksesibilitas dan mahalnya biaya ke destinasi pariwisata.
Hal inilah yang menjadikan pariwisata Indonesia tidak bisa berakselerasi lebih cepat dibandingkan negara seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Mexico. Dalam mendongkrak akslerasi pariwisatanya, keempat negara tersebut menjadikan peningkatan aksesibilitas ke destinasi wisata sebagai skala prioritas yang harus disiapakan oleh pemerintah. Oleh karena itu, dalam konteks mendorong akselerasi pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan, anggaran dan dukungan kebijakan harus dioptimalkan kearah peningkatan aksesibilitas ke destinasi pariwisata.
Kualitas SDM Masih Rendah. Pariwisata merupakan services industry, hospitality industry dan image industry, maka peranan kualitas sumber daya manusia sangat penting agar mampu memberikan kepuasan kepada wisatawan baik dalam bentuk pelayanan pada industri pariwisata maupun sikap masyarakat lokal (host) yang ada di Daerah Tujuan Wisata (DTW)[4]. Dalam kontek SDM pariwisata Indonesia, menurut laporan TTCR 2015 boleh dikatakan kualitas SDM dan layanan SDM pariwisata Indonesia masih rendah dan hal ini juga diakui oleh pemerintah di dalam dokumen RPJMN 2015-2019. Pemerintah menyampaikan bahwa sikap penduduk terhadap turis asing (attitude of population toward foreign visitors) semakin memburuk. Hal ini disebabkan oleh persepsi penduduk terhadap manfaat atas kehadiran turis (perceived benefit) dan tingkat kesadaran penduduk terhadap pariwisata.
Sikap penduduk yang memburuk ini akan membentuk persepsi keramahan (perceived hospitality), yang akhirnya akan mempengaruhi kunjungan berikutnya. Selain sikap, permasalahan penguasaan bahasa asing baik masyarakat maupun pelaku/pekerja pariwisata masih menjadi kendala serius[5]. Padahal, salah satu faktor yang menentukan kualitas layanan pariwisata adalah kemampuan berbahasa asing. Melihat masih rendahnya kualitas dan layanan SDM pariwisata Indonesia tersebut, dukungan pemerintah melalui berbagai regulasi dan kebijakan anggaran harus didorong untuk membentuk SDM pariwisata yang berkualitas dan ramah kepada wisatawan.
Pembangunan karakter SDM pariwisata yang bersahabat dan ramah menjadi sebuah keharusan melalui berbagai pendidikan formal dan informal. Pembangunan tersebut juga haruslah sejalan dengan pembangunan “sadar wisata” kepada masyarakat di daerah destinasi wisata dan sejalan dengan upaya memberikan manfaat yang seimbang kepada masyarakat setempat dengan kehadiran wisatawan. Disinilah letak peran penting pemerintah baik daerah maupun pusat.