Mohon tunggu...
Alexander Manurung
Alexander Manurung Mohon Tunggu... Mahasiswa - Presiden Mahasiswa Institut Indobaru Nasional Batam 2024,Kordinator BEM SI Kerakyatan Kepri 2024,Kepala Kajian Strategis Forum Kedaulatan Rakyat

Hallo,Perkenalkan Saya Alexander Manurung,Saya Adalah Seorang Mahasiswa Asal Batam,Kepulauan Riau,Saya Juga Seorang yang sangat giat menulis dan memperhatikan Kebijakan-Kebijiakan Yang di buat oleh pemerintah Daerah,Provinsi,maupun pemerintah pusat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

"Polemik Rempang: Ketimpangan Keadilan Sosial dan Bungkamnya Wakil Rakyat di Senayan "

30 Januari 2025   12:28 Diperbarui: 30 Januari 2025   12:28 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto masyarakat rempang melakukan,Aksi Unjuk Rasa  dan Orasi,Di Kampung sembulang hulu,kecamatan Rempang Galang,Batam

Polemik yang terjadi di Rempang semakin memperlihatkan ketimpangan keadilan sosial yang dialami oleh masyarakat setempat. Peristiwa penyerangan yang dilakukan oleh karyawan PT Makmur Elok Graha (MEG) pada 18 Desember 2024 menjadi bukti bahwa keberpihakan aparat penegak hukum masih cenderung menguntungkan pihak pengembang dibanding masyarakat adat yang telah bertahun-tahun tinggal di wilayah tersebut. Alih-alih memberikan perlindungan kepada warga, justru tiga orang masyarakat Rempang yang ditetapkan sebagai tersangka. Hal ini menambah panjang daftar ketidakadilan yang dialami warga Rempang sejak konflik ini mencuat pada tahun 2023.

Sejak awal, pembangunan Rempang Eco-City yang diklaim sebagai proyek strategis nasional (PSN) sudah menuai banyak penolakan dari warga setempat. Namun, pemerintah tetap bersikeras menjalankan proyek ini dengan menggandeng PT MEG sebagai pengelola utama. Yang menjadi pertanyaan, mengapa hak-hak masyarakat yang telah lama tinggal di sana seolah diabaikan? Seharusnya, pemerintah memastikan adanya keadilan sosial dalam setiap proyek pembangunan, bukan justru mengorbankan masyarakat demi kepentingan investasi. Kasus penyerangan oleh karyawan PT MEG semakin menunjukkan bahwa ketimpangan ini nyata adanya, di mana korporasi seakan memiliki kekebalan hukum, sementara masyarakat selalu menjadi pihak yang disalahkan.

Ironisnya, dalam situasi yang semakin memanas ini, para anggota DPR RI dari daerah pemilihan Kepulauan Riau yang seharusnya menjadi suara rakyat justru diam seribu bahasa. Sturman Panjaitan (PDIP), Endipat Wijaya (Gerindra), Rizky Faisal (Golkar), dan Randi Zulmariadi (Nasdem) seakan menutup mata terhadap penderitaan warga Rempang. Sebagai wakil rakyat yang duduk di Senayan, mereka memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat Kepri, termasuk masyarakat Rempang yang kini sedang menghadapi ketidakadilan hukum. Namun, hingga saat ini, tidak ada pernyataan resmi ataupun upaya serius dari mereka untuk menyuarakan kasus ini di tingkat nasional.

Ketidakresponsifan para anggota DPR RI Kepri ini mencerminkan lemahnya kepedulian mereka terhadap aspirasi masyarakat yang telah memilih mereka dalam pemilu. Tugas utama seorang legislator bukan hanya sekadar duduk di parlemen dan mengikuti agenda politik partai, tetapi juga menjadi perpanjangan tangan rakyat di Senayan. Kasus Rempang adalah salah satu isu besar yang seharusnya menjadi perhatian utama mereka. Apakah mereka hanya berani tampil saat kampanye, namun menghilang ketika rakyat membutuhkan mereka? Jika demikian, keberadaan mereka di DPR RI hanya menjadi formalitas tanpa substansi.

Keheningan para legislator ini juga menunjukkan bagaimana oligarki dan kepentingan investor lebih dominan dibandingkan dengan kepentingan rakyat. Sturman Panjaitan sebagai politisi PDIP seharusnya bisa mendorong kebijakan yang lebih berpihak kepada rakyat Rempang. Endipat Wijaya dari Gerindra, partai yang  memimpin pemerintahan Sekarang , juga seharusnya tidak tinggal diam melihat ketidakadilan ini. Begitu pula dengan Rizky Faisal dan Randi Zulmariadi yang memiliki akses untuk menyuarakan kepentingan masyarakat Kepri. Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang bersuara lantang membela masyarakat Rempang.

Ketimpangan keadilan dalam kasus ini semakin terlihat ketika hukum hanya ditegakkan kepada masyarakat, tetapi tidak kepada korporasi yang jelas-jelas melakukan tindakan represif. Jika benar pemerintah berkomitmen terhadap keadilan, seharusnya kasus penyerangan oleh karyawan PT MEG juga diproses secara hukum. Namun, yang terjadi justru sebaliknya, korban dikriminalisasi sementara pelaku dibiarkan bebas. Ini menjadi catatan hitam dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia dan membuktikan bahwa masih ada diskriminasi dalam perlakuan hukum terhadap rakyat kecil.

Pemerintah pusat dan daerah seharusnya segera mengevaluasi kembali proyek Rempang Eco-City dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat secara lebih adil. Tidak ada pembangunan yang benar jika harus mengorbankan hak-hak masyarakat. Solusi yang mengedepankan dialog, musyawarah, serta kepastian hukum harus segera dilakukan. Para legislator dari Kepri juga harus segera mengambil sikap tegas dengan membawa isu ini ke Senayan. Diamnya mereka hanya akan semakin menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi parlemen yang seharusnya menjadi wadah perjuangan rakyat.

Kasus Rempang adalah cerminan nyata dari bagaimana negara sering kali berpihak pada investor daripada rakyatnya sendiri. Jika dibiarkan terus berlarut, ini bisa menjadi preseden buruk bagi proyek pembangunan lainnya di Indonesia. Ke depan, diperlukan kebijakan yang lebih adil dan berpihak kepada masyarakat, bukan hanya sekadar retorika pembangunan yang mengatasnamakan kepentingan nasional tetapi pada akhirnya hanya menguntungkan segelintir elite dan pemodal besar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun