Â
Aku terdiam sejenak menatap jendela kamarku yang basah diguyur hujan deras ramai penuh rindu yang bersayap seakan burung yang bersemangat menyambut mentari pagi yang cerah kekasihÂangin mencabik- cabik jendela dan sela- sela genting rumah ku yang sama sifat seperti asam basah saat menyeka minyak dari penggorengan yang tua dan lelah kekasih.
Gemuruh petir berusaha masuk dari celah celah genting dan jendela yang tua.                    Semakin terdengar kuat rindu ini sama seperti teriakan gemuruh hujan badai yang menyampaikan rasa rindu yang terlalu besar dan indah serta bahagia kekasih.Â
Gemericik air hujan semakin berirama seakan menciptakan lagu rindu terbaik sepanjang tahun ini, bersaing menempati posisi top lagu lokal yang sering di putar dalam café           saat  jatuh cinta dan merindu kekasih.Â
Gemericikair semakin lantang melawan riuh bising jalan depan kamar, mewajibkan Kalayak ramai meneduh di bawah deras rindu beratapkan payung cinta kasih                 yang berwarna merah jambu kekasihÂ
Taman bunga teras  bergoyang mengikuti irama air berdendang, lalu angin  mendayu berseru kepada diri ku saat asik membingkai rangkaian bait rindu pada mu kekasih.
Angin bernada masuk menerobos sekat cinta yang membentang membawa pesan            bahwa rindu telah tersampaikan kepada mu dari  deras hujan, gemuruh petir, gemericik air dan angin di bulan Februari kekasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H