Salah satu tempat yang sering dikunjungi wisatawan di Yogyakarta adalah Keraton Ngayogyakarta. Tetapi, apakah hanya Keraton saja?Â
Tentu tidak, terdapat beberapa jawaban yaitu Tugu Yogyakarta dan area Panggung Krapyak
Tetapi apakah kalian sudah tahu?
Ternyata dari ketiga tempat wisata yang ramai dikunjungi di atas, memiliki hubungan dengan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dari nilai historis dan nilai filosofi.
Sejarah awalnya, Â sumbu filosofis merupakan ide yang dihasilkan oleh Pangeran Mangkubumi atau biasa kita kenal dengan nama Sri Sultan Hamengkubuwono 1 pada tahun 1755.
Sumbu filosofis diciptakan bukan semata-mata karena ide yang muncul secara tiba-tiba. Akan tetapi, sumbu filosofi diciptakan oleh Pangeran Mangkubumi untuk mewujudkan filosofi perjalanan hidup manusia khususnya masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebagai Warisan Dunia
Pada tanggal 18 September 2023, Unesco menetapkan bahwa Sumbu Filosofi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan warisan dunia. Penetapan Cosmological Axis of Yogyakarta, ditetapkan pada Sidang Extended 45th Session of the World Heritage Committee (WHC) UNESCO pada tanggal 18 September 2023.
Pandangan Masyarakat
Jika mendengar pandangan dan pendapat dari masyarakat saat ini, masih banyak dari kalangan masyarakat belum bisa membedakan sumbu filosofi dengan sumbu imajiner. Secara mudahnya, sumbu filosofi dan sumbu imajiner dapat dibedakan dari letaknya, yaitu terdapat Laut Selatan, Keraton Yogyakarta, dan Gunung Merapi. Hal ini juga dapat dilihat dari arahnya jika ditarik menggunakan garis lurus maka tidak akan menghasilkan arah atau garis yang lurus. Sedangkan, pada sumbu filosofis terdapat komposisi yang terdiri dari Tugu golong gilig, Keraton Yogyakarta, dan Panggung Krapyak. Hal ini, apabila ditarik menggunakan garis lurus akan menghasilkan arah atau garis yang sesuai dan lurus.
Konsep Pembuatan Sumbu Filosofi