Berpuisi bukan hanya sekadar merangkai kata, tetapi merupakan bentuk seni yang menyentuh emosi dan spiritualitas seseorang. Menurut Sapardi Djoko Damono, puisi adalah permainan bunyi yang mampu menghidupkan suasana dan menciptakan harmoni dalam setiap lariknya. Bagi Sapardi, bunyi dalam puisi bukan hanya hiasan semata, tetapi menjadi medium yang menyampaikan emosi, makna, dan pesan yang mendalam.
Setiap kata yang dipilih penyair memiliki nilai musikalitas yang mampu menggugah perasaan pembaca atau pendengar. Pemilihan diksi yang tepat, pengulangan bunyi, serta rima yang mengalir adalah unsur-unsur yang membuat puisi hidup dan beresonansi di dalam hati. Bunyi dalam puisi tidak hanya berasal dari irama atau sajak kata-kata, tetapi juga dari jeda dan keheningan di antara kata-kata. Sapardi menekankan bahwa puisi sebaiknya dibaca dan dirasakan, bukan hanya dipahami secara logis.
Sering kali, puisi sederhana dapat menyimpan makna mendalam melalui permainan bunyi yang cermat, sedangkan puisi yang penuh dengan kata-kata rumit bisa kehilangan daya tarik jika tidak memiliki kekuatan bunyi. Dengan demikian, menulis puisi menjadi seni yang membutuhkan kepekaan terhadap bunyi dan makna secara bersamaan. Puisi memberikan ruang bagi pembaca atau pendengar untuk membuat interpretasi pribadi melalui bunyi yang mereka rasakan.
Seperti musik, puisi mampu menyentuh dimensi emosional dan spiritual pembacanya. Oleh karena itu, seorang penyair harus mempertimbangkan bagaimana puisi akan didengar, bukan hanya bagaimana puisi itu akan dibaca. Dalam setiap bait, puisi harus mampu menembus batas kognisi dan mencapai ruang perasaan pembacanya. Bunyi dalam puisi adalah kekuatan yang menyatukan makna dan emosi, menciptakan pengalaman estetis yang mendalam bagi siapa pun yang mendengarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H