Revolusi Audio Visual
Hampir dua abad telah berlalu sejak pengambilan foto sukses pertama di Prancis. Momen bersejarah tersebut menjadi tonggak awal revolusi audio visual yang terus berkembang hingga hari ini. Tak heran mengapa revolusi audio visual terjadi, akses ke canvas audio visual telah memungkinkan manusia untuk lebih mudah menyampaikan cerita atau pesan.Â
Dekade terakhir ini telah menyaksikan lonjakan perkembangan yang signifikan di dunia audio visual, melalui kecerdasan buatan (AI). Memasuki akhir 2010-an, teknologi AI mulai mampu menghasilkan gambar dan video dengan kualitas tinggi, membuka peluang untuk menciptakan konten "cepat saji" yang tidak hanya efisien tetapi juga mudah diakses. Kini, adopsi AI mulai terjadi secara massal, dan penggunaan gambar yang dihasilkan oleh AI dalam kampanye pilpres periode ini mencerminkan tren tersebut dengan jelas.
Setiap pencipta karya dituntut untuk menentukan tema dan mengeksekusinya dengan baik. Tanpa pemahaman yang mendalam tentang media yang dipilih dan teknik yang ada, pesan yang ingin disampaikan bisa saja tersesat. Hadirnya komputer dan seni digital tidak mengubah proses dasar ini---fundamental tetap sama. Seorang pencipta karya masih perlu menentukan tema dan menguasai media, hanya saja dalam media digital. Dengan demikian, meskipun alatnya telah berubah, inti dari penciptaan karya tetap berakar pada pemahaman dan keahlian yang kuat.
Dengan kehadiran kecerdasan buatan, proses penciptaan karya mengalami perubahan signifikan. Seseorang hanya perlu memasukkan beberapa kata kunci untuk mendapatkan karya siap saji, tanpa perlu bergulat dengan teknik dan keterampilan yang biasanya diperlukan. Tentu, hasil yang diperoleh tidak akan memiliki kedalaman makna dan sentuhan manusia yang khas, seperti dalam proses penciptaan tradisional. Bahkan, seseorang dapat menghasilkan karya tanpa memahami tema atau pesan yang ingin disampaikan. Hal ini terjadi karena AI mampu mengolah kembali karya-karya yang sudah ada, karya-karya yang terciptakan atas usaha susah payah orang lain.Â
Makna dalam Seni
Bayangkan seorang pelukis yang menghabiskan berbulan-bulan untuk menciptakan sebuah lukisan. Setiap goresan kuasnya mencerminkan perasaan yang mendalam---cinta, kehilangan, harapan. Proses serupa juga dialami oleh fotografer dan videografer yang harus jeli menangkap momen-momen penting dan melakukan proses editing untuk memastikan makna yang ingin disampaikan benar-benar ada dalam karya. Seluruh pembuat karya, tanpa terkecuali, menjalani proses yang serupa. Dalam setiap media, keterikatan emosional ini menjadi kunci untuk menghasilkan karya yang tidak hanya terlihat, tetapi juga dirasakan.
Sebenarnya, apa yang mendorong manusia untuk menciptakan karya? Karya diciptakan sebagai sarana untuk memberikan kesan dan menyampaikan pesan kepada manusia lain. Namun, apa arti sebuah karya yang tidak memiliki makna di baliknya? Seorang pembuat karya perlu memiliki pesan yang ingin disampaikan, sesuatu yang tidak mungkin tercapai tanpa adanya sentuhan manusia. Tanpa itu, sulit untuk menentukan apa yang menjadikan karyanya unik dan berbeda dari yang lain.
Maraknya AI
Kemunculan konten yang dihasilkan oleh AI kini semakin meluas, dan ini bukanlah hal yang mengejutkan. Berbagai situs seperti Synthesia, InVideo, HeyGen, dan Leonardo menawarkan AI yang memiliki kemampuan untuk menciptakan gambar maupun video ke masyarakat publik. Bahkan, perangkat lunak multimedia mainstream seperti Adobe dan Canva sudah mulai mengintegrasikan AI yang dapat menciptakan gamabar dalam fitur mereka. Dengan adanya perkembangan ini, tak mengherankan jika kreasi seni yang dihasilkan oleh AI semakin marak. Dari gambar hingga video, AI telah memberikan masyarakat secara suatu luas jalur pintas yang memungkinkan penciptaan gamabr dan video secara massal.