Saya selalu ingat, setiap kali jam makan siang atau makan malam di rumah, menunya selalu beragam. Mulai dari daging-dagingan, sayuran; dalam bentuk tumis, steam, kuah, atau pun goreng. Tidak hanya sampai di situ, selalu ada pelengkap lain, seperti sambal goreng, acar, dan kerupuk. Pelengkap terakhir mungkin wajib ada dalam setiap menu. Rasanya, menyantap makanan tanpa kerupuk, tidaklah mantap. Semuanya itu kemudian diakhiri dengan segelas minuman segar nian manis, puding, atau potongan-potongan buah. Bayangkan, betapa nikmatnya makan dengan sajian lengkap seperti itu.
Sekarang, beralih ke luar rumah, datangilah rumah makan di sekitar Anda. Apa yang bisa Anda temukan? Tanpa Anda sadari, penyajian makanan ala rumah makan tidaklah jauh berbeda dengan yang kita dapatkan di rumah. Restoran-restoran kelas atas pun demikian, dengan menu dan tahapan penyajian yang lebih lengkap, dari pembuka (makanan ringan), main course (makanan utama), hingga penutup (yang biasa kita sebut sebagai “pen-cuci mulut”). Namun, tidak perlu jauh-jauh mencari hingga restoran yang bisa menghabis-kan uang Anda dalam sekejap. Restoran ala Padang pun memiliki cara penyajian yang nyaris sama, hanya saja lebih sederhana.
Pernahkah Anda bertanya-tanya, mengapa kita, orang Indonesia, memiliki cara penyajian makanan yang demikian lengkapnya? Darimanakah asal tata penyajian makanan tersebut?
Belanda, yang menjadi penjajah negara kita selama hampir tiga abad lebih, adalah tempat yang menjadi asal-muasal dari tata penyajian makanan lengkap tersebut. Disebut dengan istilah rijsttafel, tidak diketahui secara jelas sejak kapan metode ini diperkenalkan di Indonesia (pada saat itu Hindia-Belanda). Istilah ini sendiri berasal dari dua kata, yaitu rijst yang berarti “nasi” dan tafel yang artinya “meja”.
Tata cara penyajian makanan yang lengkap ini menjadi bagian yang wajib dilakukan bagi kaum Indo-Belanda, yang merupakan kalangan elit di masa itu. Kaum Indo-Belanda merupa-kan sekelompok orang keturunan campuran Indonesia-Belanda. Tidak hanya mereka, pribumi yang secara ekonomi merupakan kalangan menengah-atas pun turut mengadopsi tata cara penyajian ini. Umumnya, makanan yang disajikan antara lain rendang, semur, sate ayam, dan sayuran, yang dilengkapi dengan kerupuk dan sambal.
Hingga kini, rijsttafel merupakan salah satu warisan bangsa Belanda yang tetap terjaga dan digemari oleh kalangan elit Indonesia. Tidak heran, jika tata cara penyajian makanan Indonesia sangat identik dengan rijsttafel, dari menu biasa di rumah, acara pernikahan, hingga di perayaan hari besar tertentu. Meski sempat meredup di abad 20, saat ini rijsttafel mulai dihidupkan lagi, bahkan dilengkapi dengan menu makanan campuran ala Belanda-Indonesia. Tanpa disadari, “gaya makan” ala Belanda ini telah menjadi bagian yang melekat dari kehidupan dan kebiasaan masyarakat kalangan menengah-atas di Indonesia.
REFERENSI:
http://www.amsterdamlogue.com/rijsttafel-aka-rice-table-amsterdam%E2%80%99s-only-must-try-dish.html
http://goamsterdam.about.com/od/whattoeatinamsterdam/f/What-Is-Rijsttafel.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H