Mohon tunggu...
Jessica Alexandra
Jessica Alexandra Mohon Tunggu... Mahasiswa - pelajar/mahasiswa

mandiri,pekerja keras

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena Kekerasan Bermotif Agama di Indonesia

6 November 2022   14:22 Diperbarui: 6 November 2022   14:34 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

FENOMENA KEKERASAN BERMOTIF AGAMA DI INDONESIA

Fenomena kekerasan atas nama agama adalah sebuah fenomena yang lahir dari reaksi anggota agama terhadap situasi tertentu. Agama dijadikan sebagai alat untuk menggapai kepentingan tertentu baik seseorang ataupun golongan/kelompok. Semua agama pada dasarnya menganjurkan pemeluknya membangun perdamaian. 

Perbedaan antarmanusia dan kelompok merupakan hukum alam yang mutlak adanya. Tindakan kekerasan dan radikalisme yang dilakukan secara brutal kepada manusia atas nama Tuhan dan agama merupakan bentuk pelecehan atas Tuhan dan agama itu sendiri.

Kita tidak bisa memungkiri bahwa banyak terjadi kekerasan yang mengatas namakan agama. Berbagai kekerasan yang terjadi dibelahan bumi ini seperti terjadinya pembantaian dan pembersihan etnis Rohingnya, di Myanmar, bahkan berpuluh puluh tahun telah terjadi penistaan kemanusiaan di Palestina. Mayoritas konflik dan kekerasan yang terjadi selalu melibatkan agama yang menjadi sumber legitimasi kekerasan dan menjadikan agama sebagai motif dasar permusuhan dan perpecahan.

Padahal sesungguhnya agama merupakan tempat atau sarana untuk membimbing dan membina manusia untuk lebih dekat dengan Maha Pencipta dan menuntun manusia dalam menjalani kehidupan yang tenang,damai, dan bahagia. Agama sejatinya tidak pernah mengajarkan kekerasan, bahkan tidak pernah membenarkan kekerasan. 

Agama sangat menolak kekerasan sebagai prinsip dalam melakukan suatu tindakan. Kekerasan lebih bersifat menekan atau menindas yang di dalamnya mengandung unsur amoral karena selalu mengutamakan pemaksaan kehendak terhadap orang lain, yang berarti hal ini juga sebagai pelanggaran atas rasa kebebasan dalam interaksi sosial. Faktor penyebabnya adalah egoisme beragama yang melahirkan klaim kebenaran (truth claim), pemaknaan ayat ayat dari kitab suci secara tekstual yang ditafsirkan secara berbeda oleh kelompok agama tertentu.

Banyaknya kekerasan yang dialamatkan "atas nama agama" membuat wajah agama menjadi begitu keji dan menakutkan. Agama yang diplot sebagai suatu institusi yang seharusnya menenangkan dan menyatukan umat manusia justru dianggap berpotensi dalam memecah belah umat dengan berbagai doktrin dan dogma yang "haus darah". Kekerasan atas nama agama cenderung melahirkan tuduhan terhadap kaum ekstrimis, fundamentalis dan radikalis tanpa mempertimbangkan definisi terhadap kata kata tersebut secara tepat dan benar. 

Wajah agama yang menampilkan perilaku radikalisme,brutalisme,dan kekerasan menjadi dasar sebagian manusia untuk menolak agama dan menjadi agnostic bahkan menjadi atheis. Mereka sebenarnya bukan menolak agama karena ajarannya akan tetapi mereka menolak agama karena melihat perilaku perilaku dari sebagian kaum beragama yang menistakan kemanusiaan dengan begitu kejam bahkan tindakan kaum beragama yang tidak berperikemanusiaan dalam setiap konflik dengan alas an atas nama agama dan Tuhan.

Kesimpulan yang didapat adalah adanya politisasi agama oleh pihak pihak yang tidak bertanggung jawab yang melihat besarnya potensi agama untuk meraup keuntungan pribadi. Mereka berbicara sebagai "perwakilan" Tuhan dan menggunakan ayat ayatNya demi  kepentingan golongan tertentu. Tidak jarang agama justru adalah korban yang dijadikan sebagai pemicu konflik untuk meraih keinginan dan ambisi tertentu. 

Kita tentunya menolak setiap bentuk kekerasan atas nama Tuhan dan agama. Untuk menanggulanginya, perlu pengajaran yang tepat terhadap pemahaman ajaran agama, terutama ayat ayat suci yang seringkali dijadikan sebagai dasar pijakan dalam rangka melancarkan aksi kekerasan atas nama agama.

 Disamping itu, penghapusan fanatisme buta, Pendidikan agama sejak dini yang mengenalkan adanya dialog antar agama dan budaya juga dibutuhkan. Pendidikan agama bukan sekedar mengajarkan ajaran agama yang diimani, tapi juga mengenalkan tradisi agama lain dalam rangka saling menghargai antar penganut agama. Saling menghargai di sini bukan dalam artian menyamaratakan Tuhan dan kepercayaan sebagaimana yang digaungkan oleh pendukung paham pluralism agama. Untuk itu saatnya kita sebagai kaum yang beragama menampilkan wajah agama yang sesungguhnya yaitu wajah agama yang penuh damai dan cinta kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun