Mendidik dan mengasuh Berbekal Inner child
Utrujah Alesha
Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan), ia berkata, Nabi Saw. bersabda, "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Kedua orangtuanyalah yang akan menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak" [HR. al-Bukhari nomor 1296].
Anak-anak sesungguhnya potret diri orang tua, perilaku dan sikapnya adalah hasil dari pengasuhan dan didikan yang ditanamkan orang tuanya. Pembekalan apa yang telah dilakukan oleh orang tua, itulah hasil yang dipetik.
Sebelum menyalahkan anak-anakmu karena sikap dan perbuatannya yang tidak sesuai harapanmu, introspeksi dirilah. Benarkah mereka yang sepenuhnya salah ataukah dirimu sebagai orang tua yang tidak membekali diri dan anak-anakmu dengan keteladanan sesuai yang dicontohkan Rasulullah dan perintah Rabb-mu?
Setelah mengetahui hal itu, apakah cukup hanya mengakui bahwa dirimu yang bersalah untuk semua yang terjadi, tetapi sekadar di mulut saja tanpa pembuktian nyata dengan menunjukkan perbaikan? Banyak-banyaklah istigfar dan merenungkan semuanya.
Nauzubillahi min dzaliik. Jangan pula merasa sudah mengakui semua itu sudah cukup. Tidak. Sama sekali tidak akan mengubah keadaan. Harapanmu sebagai orang tua yang ingin didengar perkataan, dilakukan perintahnya oleh anak hanya akan menjadi sebuah fatamorgana. Mereka bukan benda mati, mereka adalah makhluk bernyawa yang memiliki akal, pikiran, dan perasaan, sama seperti dirimu.
Mungkin kalian merasa sudah memberinya hidup, mengandung 9 bulan 10 hari, memberinya makan, pakaian, dan segala kebutuhannya. Namun, cukupkah hal itu? Tidak. Karena kebutuhan utama mereka sebenarnya adalah penanaman akidah, keteladanan akhlak dan adab, perasaan nyaman ketika di dekatmu.
Jangan sekali-kali mendidik anak-anakmu dengan membawa inner child trauma (sisi anak-anak yang masih ada dalam diri orang dewasa, dipopulerkan oleh psikolog Swiss, Carl Jung) dari kehidupanmu. Inner child dapat terjadi bukan hanya dilakukan oleh orang tua atau saudara-saudaramu, tetapi dapat pula oleh teman-teman, guru di lingkungan sekolah maupun teman-teman dan tetangga di tempat bermainmu.
Segala bentuk perundungan atau bullying berupa pelecehan seksual atau penghinaan-penghinaan masa kecilmu yang tidak sanggup kau hadapi di masa lalu menguasai kehidupan hingga dewasamu dan bertahan sekian tahun sehingga meninggalkan penyesalan tanpa penyelesaian akan merugikan diri dan orang-orang di dekatmu.
Hentikan dan terapilah agar tidak berkelanjutan. Datang ke psikolog untuk melakukan penanganan lebih lanjut jika inner child trauma terasa sangat mengganggu hidup atau ajaklah berbicara dirimu sendiri, terima keberadaanmu dengan kesadaran penuh dan ikhlaslah dengan tetap melakukan upaya perbaikan, bukan sekadar ikhlas di mulut saja.
 Sering-seringlah ucapkan terima kasih pada diri sendiri, maafkan segala ketidakbaikan yang pernah terjadi dan menimpa diri di masa lampau, singkirkan kekhawatiran atau bahkan ketidakpedulian pada anak-anakmu. Jangan pernah samakan anak-anakmu dengan dirimu di masa kecil, mereka berbeda, hidup kalian berbeda zaman. Jangan hidup dengan pola pikir, sikap, dan perilaku anak-anak yang terbungkus jasad dewasa. Sayangi diri dan keluargamu. Libatkan Allah Sang Pencipta dalam monologmu agar ampunan tercurah dan ketenangan kalian dapatkan.