Mohon tunggu...
Aleia Kemala
Aleia Kemala Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi Universitas Padjadjaran

Mahasiswa aktif Sosiologi FISIP Universitas Padjadjaran 2023

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pesan Terselubung tentang Kesadaran Kesehatan Mental dalam Film "Joker (2019)" Menggunakan Sudut Pandang Sosiologi

24 September 2024   14:03 Diperbarui: 24 September 2024   14:14 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fm.media-amazon.com%2Fimages%2FM%2FMV5BOTU0ZGVmY2MtMTM1OS00YmNlLWE1NGUtMGYyMjI1MjY1NWUzXkEyXkFqcGdeQ

Sudah lima tahun sejak film "Joker" yang disutradarai oleh Todd Phillips, dibintangi oleh Joaquin Phoenix, dirilis. Film yang sangat populer ini menciptakan banyak kontroversi di tahun 2019 karena beberapa adegan yang dianggap tidak pantas. Banyak orang keliru menganggap film ini sebagai film superhero dan villain pada umumnya, bahkan mengajak anak-anak di bawah umur untuk menontonnya.

"Joker" adalah karya yang mengeksplorasi berbagai aspek sosial dan psikologis, terutama berkaitan dengan kesehatan mental. Dari sudut pandang sosiologi, film ini menyampaikan pesan-pesan tersirat tentang stigma kesehatan mental, isolasi sosial, dan pengaruh lingkungan terhadap individu.

Stigma Kesehatan Mental

Salah satu tema utama dalam "Joker" adalah stigma yang dialami oleh individu dengan gangguan mental. Arthur Fleck, karakter yang diperankan oleh Joaquin Phoenix, mencerminkan perjuangan seseorang dengan masalah mental dan kurangnya pemahaman dari masyarakat. Dalam konteks sosiologi, stigma ini berfungsi sebagai penghalang yang membuat individu merasa terasing. Banyak orang melihat gangguan mental sebagai suatu kelemahan, yang akhirnya memperburuk kondisi psikologis individu tersebut.

Film ini menunjukkan dampak stigma pada kehidupan Arthur. Ketika ia mencari dukungan, ia justru diabaikan dan diejek. Ini menciptakan siklus berbahaya di mana individu dengan gangguan mental merasa semakin terasing dan tidak memiliki tempat untuk mencari bantuan.

Isolasi Sosial

Tema lain yang kuat dalam "Joker" adalah isolasi sosial. Arthur hidup dalam lingkungan yang keras dan acuh tak acuh, di mana interaksi sosial yang seharusnya menjadi dukungan justru menjadi sumber penderitaan. Keterasingan yang dialaminya mencerminkan bagaimana lingkungan sosial yang negatif dapat memengaruhi kesehatan mental. Dari perspektif sosiologis, isolasi ini bukan hanya berasal dari individu, tetapi juga dari struktur sosial yang ada, termasuk keluarga, teman, dan institusi sosial yang seharusnya memberikan dukungan.

Keterasingan Arthur menekankan pentingnya koneksi sosial dalam menjaga kesehatan mental. Film ini menunjukkan bahwa ketidakpedulian masyarakat dapat memicu perilaku agresif dan merusak. Ketika seseorang tidak memiliki jaringan dukungan, risiko kesehatan mental yang buruk meningkat, yang bisa mengarah pada konsekuensi lebih serius.

Dampak Lingkungan terhadap Kesehatan Mental

Selain stigma dan isolasi, "Joker" juga menunjukkan bagaimana lingkungan fisik dan sosial memengaruhi kesehatan mental. Gotham City digambarkan sebagai kota yang gelap dan korup, menciptakan latar belakang yang memperburuk kondisi mental Arthur. Lingkungan yang dipenuhi ketidakadilan sosial, kemiskinan, dan kekerasan memperburuk keadaannya.

Dalam perspektif sosiologi, lingkungan tidak hanya mempengaruhi perilaku individu tetapi juga membentuk pengalaman hidup mereka. Arthur adalah produk dari lingkungannya, dan film ini menggambarkan betapa besar pengaruh konteks sosial terhadap kesehatan mental. Ketika masyarakat tidak memberikan ruang bagi individu untuk berkembang dan mendapatkan bantuan, konsekuensinya bisa sangat merusak.

Kesimpulan

"Joker" lebih dari sekadar film tentang penjahat ikonik, ia juga merupakan kritik sosial mendalam tentang kesehatan mental. Melalui pendekatan sosiologis, kita dapat memahami bagaimana stigma, isolasi sosial, dan dampak lingkungan berkontribusi terhadap krisis kesehatan mental. Film ini mendorong penonton untuk merenungkan pentingnya empati dan dukungan bagi individu dengan masalah mental, serta peran aktif masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan peduli.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun