[caption id="attachment_217506" align="alignnone" width="526" caption="Peringkat Indonesia tahun 1993-2012"][/caption]
Salam semuanya…!
Akhir tahun biasanya digunakan banyak orang untuk melakukan evaluasi atau kilas balik dan mengkaji resolusi tahun yang akan datang. Pada tulisan perdana di Kompasiana ini, penulis akan mengulas balik persepakbolaan Indonesia berdasarkan peringkat dunia versi FIFA (grafik di atas), tak hanya tahun 2012 tapi hingga 20 tahun ke belakang. Peringkat FIFA didasarkan oleh perolehan poin dari setiap pertandingan yang dimainkan oleh kesebelasan sebuah negara selama 4 tahun terakhir dengan ketentuan-ketentuan tertentu berdasarkan kemenangan, tipe pertandingan, kekuatan lawan dan konfederasi penyelenggara (lebih lengkap bisa dilihat di http://www.fifa.com/worldranking/procedureandschedule/menprocedure/index.html. ).Naik turunnya peringkat sebuah negara dipengaruhi oleh faktor internal yaitu kekuatan timnas itu sendiri dan juga dari faktor luar yaitu prestasi dari timnas negara-negara lainnya. Di sini penulis hanya akan membahas faktor internal yang mempengaruhi peringkat Indonesia di kancah persepakbolaan dunia (berdasarkan pengetahuan penulis dan sumber lainnya/wikipedia).
Statistik Peringkat Indonesia 1993-2012
·Rata-rata peringkat: 115
·Peringkat tertinggi: 76 (September 1998)
·Peringkat terendah: 170 (Oktober 2012)
·Peningkatan terbaik: 26 peringkat (Januari 2003)
·Penurunan terburuk: 29 peringkat (Juli 2006)
Era Kepengurusan Azwar Anas
Azwar Anas menjabat ketua umum PSSI sejak tahun 1991 hingga 1998. Pada era kepelatihan Romano Mattè (1993-1995) peringkat Indonesia mengalami penurunan, namun setelahnya pada kepelatihan Danurwindo, Henk Wullems dan Rusdy Bahalwan, peringkat Indonesia mengalami peningkatan hingga pada September 1998 mencapai puncak tertinggi pada peringkat ke 76. Selain faktor pelatih, faktor lain seperti kompetisi dan pembinaan usia muda turut mempengaruhi peningkatan peringkat ini. Akhir 1994, penyatuan kompetisi Perserikatan dan Galatama melahirkan Liga Indonesia yang membawa hasil positif pada perkembangan timnas Indonesia yang terbukti dengan peningkatan peringkat FIFA. Adanya pemain-pemain asing dan pertandingan yang lebih banyak disiarkan di televisi, membuat pemain lokal lebih berkembang dan mempermudah pelatih dalam menentukan pemain-pemain terbaik untuk memperkuat timnas. Program Primavera (1993) dan Baretti (1995-96), meski sebagian orang berpendapat sebagai program yang gagal, namun tetap berkontribusi bagi timnas dengan menyumbangkan alumninya menjadi bagian dari timnas. Meski peringkat meningkat, namun tak ada satupun piala yang berhasil diraih pada masa ini. Dan sayangnya lagi, skandal sepak bola gajah di piala AFF 1998 membuat peningkatan peringkat Indonesia harus terhenti dan malah sebaliknya membawa kemunduran serta memaksa Azwar Anas mundur dari kursi ketua umum PSSI.
Era Kepengurusan Agum Gumelar
Setelah pengunduran diri Azwan Anas, Agum Gumelar diangkat sebagai pelaksana tugas kemudian pada tahun 1999 dikukuhkan sebagai ketua umum PSSI dan menjabat hingga tahun 2003. Pada masa ini peringkat Indonesia berfluktuasi namun dengan kecenderungan mendatar dengan rata-rata diatas peringkat 100. Prestasi yang diraih pada masa ini yaitu merebut piala kemerdekaan dan runner-up Piala Tiger tahun 2000 pada masa kepelatihan Nandar Iskandar serta runner-up Piala Tiger 2002 pada masa kepelatihan Ivan Kolev.
Era Kepengurusan Nurdin Halid
Era kepengurusan Nurdin Halid di PSSI (2003-2011) banyak disebut pengamat sebagai masa kelam persepakbolaan Indonesia. Di dua tahun pertama peringkat Indonesia masih dapat bertahan di atas peringkat 100, namun setelah tahun 2006 Indonesia harus berkutat diposisi antara 120 – 140. Pada periode ini, Indonesia berhasil merebut piala kemerdekaan 2008 dan 2 kali runner-up piala Tiger/AFF Suzuki pada tahun 2004 dan 2010. Penurunan peringkat pada tahun 2006 tidak lepas dari kasus korupsi yang mendera sang ketum PSSI Nurdin Halid. kekisruhan di PSSI pun mulai terjadi, namun masih bisa diredam. Piala AFF 2010 sebagai awal mula kehadiran pemain naturalisasi, dimana skuad Garuda asuhan Alfred Riedl menampilkan performa yang meyakinkan dan cukup membuai pecinta bola Indonesia. Namun selepasnya, kekisruhan muncul kembali di PSSI, ditambah dengan kehadiran Liga Primer Indonesia (LPI) pada tahun awal tahun 2011. Kekisruhan semakin menjadi dengan banyaknya tuntutan menurunkan Nurdin Halid dari kursi ketum PSSI hingga akhirnya pada 1 April 2011, FIFA membentuk Komite Normalisasi (dengan ketua Agum Gumelar) yang mengambil alih kepemimpinan PSSI dari Nurdin Halid. Setelah kegagalan penyelengaraan kongres 20 Mei 2011, akhirnya dalam Kongres Luar Biasa di Solo tanggal 9 Juli 2011, Djohar Arifin terpilih sebagai Ketua Umum PSSI periode 2011-2015.
Era Kepengurusan Djohar Arifin
Jika dilihat dari peringkat FIFA, era Djohar Arifin merupakan era yang paling buruk dalam 20 tahun kebelakang. Peringkat Indonesia terus menurun bahkan mencapai terendah pada Oktober 2012 di peringkat ke 170. Ini merupakan dampak dari kekisruhan di persepakbolaan Indonesia yang tak kunjung padam, dimana adanya keterbatasan dalam pemilihan skuad timnas dan juga kehadiran KPSI. Pada awalnya timnas hanya diperkuat oleh pemain yang berlaga di LPI karena PSSI menyatakan ISL sebagai break away league. Kemudian PSSI mengijinkan pemain ISL memperkuat timnas namun pada akhirnya dihalangi oleh kebijakan KPSI yang melarang pemain ISL memperkuat timnas. Pada piala AFF 2012, Indonesia tidak berhasil lolos ke babak selanjutnya, namun dengan 1 menang, 1 seri dan 1 kalah, peringkat Indonesia meningkat hingga pada Desember 2012 berada di peringkat 156.
Bagaimana nasib Indonesia di Tahun 2013?
Jika diasumsikan Indonesia terlepas dari sanksi FIFA, di tahun 2013 Indonesia akan melakukan sejumlah pertandingan dalam rangka kualifikasi piala Asia 2015. Kekisruhan yang masih berlangsung tentunya akan menghambat timnas Indonesia untuk memperoleh hasil yang optimal, ditambah lagi lawan-lawan Indonesia di grup C terhitung lawan yang berat yaitu China (peringkat FIFA: 88; AFC: 6), Irak (92; 7) dan Arab Saudi (126;15). Pemain boleh terbatas, lawan boleh lebih kuat, tapi penulis berharap bahwa timnas tetap berusaha secara maksimal untuk memperoleh hasil se-optimal mungkin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H