“Em…” Lisa mengetuk-ngetuk pipinya bingung memilih menu yang mana, “Karena aku baru pertama kali masuk ke sini, jadi kamu yang pilihkan ya!” ujarnya melempar menu untuk dipesankan olehku. Dari wajahnya, memang dia seperti baru mengenal tempat ini sama sekali. “Yasudah, kamu akan coba minuman favoritku.” Beritahuku memesankan menu yang sama untuknya. Aku memesan kopi Machiatto kesukaanku, kuharap Lisa juga suka.
Barista bersetelan cokelat datang ke meja kami membawa gelas kopi pesanan. “Selamat menikmati.” Ucap Barista itu setelah menaruh pesanan di meja seraya tersenyum hangat. Kami pun membalas senyuman hangat juga. Di belakang sana ada sebuah graffiti menghiasi tembok sebagai ikon dari kedai kopi ini. “Ini kopi Machiatto, dan dibelakang sana, itu ikon dari tempat ini.” Ujarku melihat perempuan itu terus memandangi tembok yang dipenuhi ilustrasi seni yang indah dengan berbinar-binar. “Sudah berapa lama kamu ke tempat ini?” Tanya Lisa antusias seraya sesekali menyeruput kopi.
“Musim kemarau tahun lalu aku kemari, dan sampai sekarang.” Jawabku sambil sesekali menyeruput kopi juga. “Oh iya, bagaimana kopinya? Kamu suka?” Giliranku balik bertanya mengenai kopi yang tadi dipesan, meminta pendapat dari fotografer cantik yang duduk di depan mata. “Suka sekali!” Jawabnya bernada ceria, menyukai kopi yang dipilihkan olehku. Lisa sangat senang datang kemari. Setelah menyeruput kopi, kami berdua mengambil gambar cantik di sana dengan kamera Lisa.
Lalu pergi lagi manaiki sepeda ontel. Saat itu, kami saling melempar candaan satu sama lain. Aku yang mengayuh sepeda dan Lisa jadi penumpangnya. Hari itu dihiasi kegembiraan dan tawa kami sebagai sepasang teman. Berlanjut di hari-hari berikutnya, bahkan di musim lain setelah kemarau.
Mengenang hari-hari itu bersama, hinggap rasa ingin berguguran bersamamu. Kita teman yang selalu dekat sampai kapanpun dan selamanya.
Tulisku di bawah sketsa gambar kami berdua. Karena setelah ini kami akan jauh. Hari kepergianku tidak kuberitahu pada Lisa. Biarkan ini menjadi cerita yang akan berlanjut di masa depan. Aku melangkah masuk ke dalam mobil yang akan mengantarku ke bandara. Semoga dia tidak marah padaku atas waktu yang kami habiskan bersama sebelum ini. Karena menjauh dari kebiasaan itu sulit dan sakit, terlebih Lisa yang mengisi ruang kosong di hatiku semenjak pertemuan kami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H