Gejala Golput (golongan putih) berasal dari faktor para calon di Pemilu, entah itu calon presiden/wakil presiden dan calon-calon anggota legislatif, yang dipandang oleh si pemilih-tetap tidak memiliki kriteria khusus sebagai pemangku kekuasaan. Sehingga si pemilih-tetap berpotensi besar tidak akan berpartisipasi untuk hadir di tempat pemungutan suara.
Secara garis besar, seorang Golput sudah menentukan sikapnya lebih awal setelah KPU mengumumkan para kandidat di Pemilu yang sudah tercatat dikertas suara, lantas menganulir seluruh kandidat atas dasar pertimbangan kriteriatif dan standarisasi stakeholder.
Sedangkan Golfud, atau golongan Mahfud MD, adalah golongan yang memandang dinamika politik Pemilu 2019 secara paradigmatik. Yang jika didevinisikan, Golfud adalah golongan yang masih memantau perkembangan dan kondisi perpolitikan pra-Pilpres 2019, dan menggantungkan pada penyisiran analisa politis untuk selanjutnya mengambil keputusan 'nyoblos' atau 'bolos nyoblosnya' si Golfud nantinya.
Belakangan ini, gerakan Golfud yang diinisiasi oleh Feri Amsyari (dosen fakultas hukum Universitas Andalas) ditafsirkan sebagai warna gerakan yang menjadikan Mahfud MD sebagai objek pada kejengkelan terhadap perilaku elit politik.
Banyak pihak berspekulasi, munculnya gerakan Golfud disebabkan karena 'baper Cawapres'. Atau dengan kata lain, gerakan Golfud dispekulasikan sebagai gerakan demonstrasi simbolis atas pencideraan etika terhadap Mahfud MD yang sebelumnya telah dibooking untuk bergandengan dengan Jokowi sebagai Cawapres, namun terjadi pembatalan secara sepihak oleh koalisi Jokowi, yang padahal mantan ketua MK tersebut sudah mengkonfirmasi dan melakukan prepare.
Dari hal itulah pengistilahan Golfud secara konstan gencar menjadi perbincangan hangat mulai dari politisi hingga masyarakat, sampai pada akhirnya Golfud menjadi suatu gerakan politik pra-Pemilu
Meskipun berbagai spekulasi tentang 'baper Cawapres' berkeliaran diruang-ruang publik, namun Mahfud MD secara tegas menyatakan sama sekali tidak kecewa dengan Jokowi yang merasa tidak memiliki kuasa atas keputusan koalisinya yang lebih mempercayakan Kyai Ma'ruf Amin sebagai simetris politik (Cawapres) dalam menyerap suara pemilih-tetap.
Mahfud MD-pun dengan tegas menyerukan agar masyarakat jangan apatis dan tetap memakai hak politiknya melalui gerbong gerakan Golfud dalam menentukan pilihan di Pilpres dan Pileg serentak pada tanggal 17 April nanti.
Ringkasnya, perbedaan antara Golput dengan Golfud adalah melalui proposisi politis si pemilih-tetap pada Pemilu 2019 melalui pertimbangan asumtif yang mengacu pada kesesuaian keyakinan seorang pemilih-tetap terhadap kandidat-kandidat Pemilu, yang secara spesifik, seorang Golput lebih memformulasikan kriteria juga standarisasi stakeholder dan cenderung menghindari spekulasi pilihan politis.
Sedangkan Golfud adalah suatu alternatif bagi seorang yang dinamis dan interaktif memantau perkembangan politik berdasarkan pembenaran dan pengingkaran kondisionalitas politik, meskipun resiko potensial bagi seorang Golfud adalah akan terjadinya proposisi partikular terhadap seluruh aspek politik Pemilu 2019.
Artinya, mental seorang Golfud adalah mental dengan kecenderungan yang mengarah kepada ketidakpastian pilihan dengan tinjauan formulasi yang sama dengan Golput namun masih berkutat diruang ambiguitas. Dan atau bahkan seorang Golfud telah berada didepan pintu pilihannya, namun masih terdapat keraguan pada keputusan politisnya, entah atas dasar keragu-raguan pada kualitas dan performa politik kandidatnya sepanjang kampanye pra-Pilpres.