Sudah berjam-jam aku duduk disini sambil melihat indahnya matahari terbenam. Tapi aku sangat merasa kesepian meskipun ditemani oleh indahnya cahaya-cahaya kota. Ini adalah tempat favoritku, Naraya Gizka.
Diatas bukit belakang komplek rumahku. Banyak kenangan indah yang pernah terjadi disini. Tapi sekarang tempat ini tak seindah dulu, sebelum dia pindah keluar kota. Dia sahabat kecilku Raffen Gazza.
Kring... Kring... Kring...
Cahaya matahari dengan diiringi jam weaker membuatku bangun dipagi ini.
" Pagi Ibu..." Sambut Naraya dengan raut wajah yang sangat gembira.
" Pagi ara, tumben pagi-pagi kelihatannya bahagia banget" Tanya Ibu degan penasaran.
" Nggak ah bu, biasa aja" Naraya menjawab dengan raut wajah yang masih gembira.
"Yasudah, sekarang kamu makan habis itu langsung mandi. Kamu ada janji dengan Raffen kan ?" Tanya ibu.
"Iya bu"
 Tak lama kemudian ada seseorang yang mengetuk pintu yang tidak lain adalah Raffen.
"Tok Tok Tok"
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam eh.. Raffen ayo masuk biar ibu yang panggilkan Ara"
"Iya bu.. Makasih"
Ibu langsung pergi ke atas untuk memamggil Ara
"Yuk kita pergi" Ajak Ara
"Ehh baru juga raffen dateng masa mau langsung pergi lagi ?"
"Gapapa bu nanti pulangnya Raffen mampir lagi kok bu"
"Ohh.. Yaudah kalo gitu"
"Ara pergi dulu ya bu, Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam hati - hati yaa"
 Disepanjang jalan kami belum membuka pembicaraan satu katapun. Tak tahu kenapa hari ini sanggat canggung sekali padahal tidak hanya kali ini saja kota jalan berdua bahkan hampir setiap hari kita jalan.
"Ehh.. Hari ini kan tanggal 1 januari, pasti ada pameran di taman kota, kita kesana dulu yu.." Ajak Naraya dengan semangat
"Boleh, jarang jarang kan pameran itu ada" Raffen menjawab dengan lembut dan disertai dengan senyuman yang manis
 Mereka sangan menikmati pameran itu mereka bersenang senang bersama. Dari mulai berfoto, makan arumanis, membeli bando hingga topi lucu hingga bersepeda bersama.
 Haripun sudah mulai sore
" Udah mau sore, kita ke bukit yuu" Ajak Raffen
" Yuu" jawab Naraya
Seperti biasa, pemandangan dibukit ini memang sangat indah, hati menjadi tenang rasanya ditemani dengan hembusan angin dan suara dedaunan pohon yang terkena angin. Dan hal yang sangat indah adalah melihat matahari terbenam ditemani sahabatku, Sahabat terbaikku.
" Kamu nggak lupa kan sama hari ini ?" Tanya Raffen pada Naraya.
Aku tersenyum
"Nggak dong.. hari persahabatan kita kan ?"
"Syukurlah, aku kira kamu bakal lupa"
" Nggak dong, masa selama 12 tahun kita sahabatan aku lupa" Jawab ku sambil tertawa.
"Ya kan bisa aja" kata raffen dengan wajah cemberut.
Tepat pada saat matahari terbenam.
" Selamat Hari Ulang Tahun persahabatan Naraya"
Aku menengok
" Selamat hari ulang tahun persahabatan Raffen"
Dia tersenyum manis kepadaku
" Ini hadiah buat kamu" kataku sambil memberikan sebuah kotak.
" Makasih Ra..." Dia menjawab dengan menundukan wajah.
"Kamu kenapa ?" Tanyaku
"Ra, maafin aku, besok aku harus pergi"
Entah kenapa perasaannya mampu menusuk kedalam hatiku.
" Pergi kemana ?" Aku mencoba untuk tenang.
" Besok aku pindah ke Bali."
" Bali ?" Aku sangat terkejut.
" Ayahku dipindahkan tugas kesana, terpaksa aku dan ibuku harus ikut."
" Terus rumah kamu yang disini gimana ?"
" Itu akan tetap menjadi rumahku, aku pasti akan sekali-sekali datang kesini. Mungkin untuk berlibur atau jika hanya sekedar ingin bertemu denganmu."
Aku menundukkan kepala. Air mataku sudah terasa membanjiri pipiku.
" Maafkan aku Ra, tapi aku benar-benar harus pergi, tapi nanti aku janji pasti akan kesini lagi."
Dia mengusap air mataku dengan lembut. Sambil menyodorkan sebuah kotak berwarna biru muda. Dia memang tau warna kesukaanku.
" Apa ini ?" Tanyaku sambil menahan tangis.
" Itu hadiah ulang tahun persahabatan kita, sebelum aku pergi"
" Boleh aku buka ?"
Dia mengangguk dan tersenyum kepadaku.
Kotak musik dan sebuah sebuah jaket yang sangat indah. Aku tersenyum sambil membuka kotak musik itu. Lagu yang terdengar dari kotak musik itu membuat hatiku sedikit tenang.
" Sudah agak tenang kan ?" Tanya Raffen kepadaku.
Aku menjawabnya dengan anggukan.
" Kalau kamu nanti lagi sedih, kesel, marah, atau inget aku, kamu bisa dengerin kotak musik itu. Jaket ini kamu pakai ya, sebentar lagi musim hujan. Aku tahu kamu sangat suka hujan. Tapi aku mohon kali ini kamu jagan hujan-hujanan."
" Aku janji" Jawabku.
"Terus nanti kalo ulang tahun persahabatan kita gimana ? nanti yang nemenin aku siapa ?"
" Kita bisa merayakannya walaupun kita berjauhan kan ? Aku tetap Raffen sahabat kamu Ra, sampai kapanpun aku tetap sahabat kamu."
Aku tersenyum lega mendengar perkataannya.
Hari ini aku melihat kepergiannya dari Bandung, sulit dipercaya jika dia memang sudah pergi dari sini.
Hari-Hari terasa sepi tanpa dengannya, sikapnya yang jahil, kelakuannya yang menyebalkan, membuatku rindu dengan kehadirannya. Bukit di belakang komplek dan matahari terbenam yang dulunya sangat indah, kini terasa membosankan.
Tetapi, meskipun membosankan, langkahku pasti tetap akan menuju kesana. Entah kenapa, mungkin hatiku sudah terlalu nyaman berada disana.
Enam tahun sudah aku tak mendengar kabarnya. SMS, DM bahkan E-mail pun tak pernah kuterima darinya. Apa dia sudah melupakan persahabatannya denganku ? Apa dia sudah memiliki sahabat baru disana ? Â Pikirku dalam hati.
Sore ini aku kembali pergi ke tempat favoritku, bukit belakang komplek. Sambil ku keluarkan kotak music yang diberikan raffen sewaktu dia belum meninggalkan Bandung.
" Sampai saat ini aku masih selalu memikirkannya, apa dia juga disana memikirkanku ?" Tanyaku pada diri sendiri dengan memandangi kotak music pemberian Raffen.
Sambil memegangi kotak music pemberian Raffen, aku membuka kotak music itu secara perlahan, terdengarlah lagu yang sangat tenang dan lembut dengan di iringi boneka yang sedang menari. Tepat saat itu saat matahari terbenam, aku menundukan kepalaku dan menangis mengeluarkan seluruh isi hati dan pikiranku.
"Selamat Ulang Tahun Persahabatan Raffen" Sebutku dengan pelan.
Hari ini, hari ulang tahun persahabatanku dengan Raffen, tapi kini hanya aku yang berada disini, dulu aku dan Raffen yang selalu merayakan hari ulang tahun persahabatan kami, Aku terus menangis dengan di iringi lagu dari kotak music dan ditemani oleh matahari terbenam. Hatiku seperti terasa sakit, pikiranku seperti terasa kosong, diriku seperti benar-benar merasa kesepian.
Saat aku masih menangis, tiba-tiba aku mendengar suara yang sudah taka sing lagi bagiku.
" Selamat hari ulang tahun persahabatan juga Ra"
Seketika aku langsung melihat kebelakang, dia sosok yang selama ini aku rindukan, sosok yang selama ini aku rindukan bahkan aku pertanyakan. Kini dia kembali.
" Raffen ?" Kataku  perlahan karena tak percaya.
Raffen menghampiriku dan mensejajarkan badannya denganku.
" Kenapa kamu menangis ? Apa karena aku ? Tolong jangan menangis di hadapanku" kata raffen.
Aku tak menjawab dan pandanganku pun tetap tertuju padanya.
" Sekarang aku disini, aku sudah kembali, Raffen Gazza ada di hadapan Naraya"
Aku memeluknya dan terus menangis, aku tak tahu apa yang aku rasakan saat ini sedih dan bahagia becampur menjadi satu.
" Maaf aku membuatmu menangis, maaf karena aku tidak pernah memberimu kabar. Maaf atas semuanya" Kata Raffen dengan nada suara menggetar.
Setelah semuanya tenang, Raffen menjelaskan semuanya kepadaku. Raffen bilang dia sengaja datang ke Bandung karena ingin menemuiku sekalian berlibur. Tapi dia bilang, dia di Bandung hanya tiga hari.
Setiap hari aku menghabiskan waktuku bersama Raffen, kita bersenang-senang bersama seperti dulu lagi, bahkan hari-hari sekarang menurutku lebih bahagia. Sebenarnya aku tidak mau jika Raffen pergi lagi ke Bali, tapi apa boleh buat, dia memang harus pergi lagi. Maka dari itu aku menghabiskan tiga hari bersama Raffen.
Hingga akhirnya hari ketiga itu datang, dan hari itu bertepatan dengan hari ulang tahunku yang ke- 17 tahun. Â Hari ini aku benar-benar sangat bahagia, tadi malam aku diberi kejutan oleh kedua orangtuaku dan Raffen, sewaktu pagi kakakku pulang dari Singapura hanya untuk membriku hadiah, dan dari siang hingga sore aku menghabiskan waktuku dengan Raffen, karena aku ingat jika hari ini hari terakhir Raffen berada di bandung lagi.
" Raf, Aku benar-benar bahagia banget hari ini" aku tiba-tiba berkata dengan raut wajah yang sangat bahagia.
" Syukurlah.. aku juga seneng ngeliat kamu bahagia." Jawab Raffen dengan raut wajah ikut bahagia.
Tiba-tiba aku melihat Raffen yang seperti menahan sakit di kepalanya.
" Raff, kamu gapapa ?" tanyaku khawatir.
" Aku Gapapa kok, cuman pusing dikit" Jawab Raffen meyakinkan.
" Yaudah yuu kita ke tempat favorit kita" Ajak Raffen
" Yuu" Aku menjawab dengan semangat.
Ketika sampai di bukit, kita bercerita tentang persahabatan awal kita, Sifat jailnya Raffen, Cengengnya aku dan hal lainnya yang membuat aku dan Raffen tertawa puas.
Senja mulai datang
" Ra, makasih ya" kata Raffen.
Aku menengok " Makasih untuk apa ?" Tanyaku.
" Makasih karena kamu sudah mau menjadi sahabat tebaikku, makasih buat kegembiraan yang kamu kasih, makasih untuk segalanya."
" Hausnya aku yang bilang makasih, karena kamu udah mau sahabatan sama aku, karena kamu sabar ngadepin sikap aku yang cengeng dan semuanya." Balasku
" Ra, aku mau jujur tetang sesuatu hal" Kata Raffen.
" Tentang apa ?" Tanyaku.
" Jujur sebenernya aku suka sama kamu semenjak kita umur 12 tahun. Tapi aku tidak berani mengungkapkannya karena aku takut jika itu akan merusak persahabatan kita. Aku tidak mau jika kamu menjauh ataupun canggung terhadapku. Makanya aku memendam persaan ini selama lima tahun."
" Aku juga ngerasain hal yang sama kok, jujur aku juga suka sama kamu Raff, tapi aku gaberani ngungkapinnya. Lagian masa sihh cewe yang ngomong duluan." Jawabku di ikuti dengan tawa.
Raffen menyodorkan sesuatu kepadaku.
" Apa ini ?" Tanyaku.
" Hadiah ulang tahun dariku" Jawab Raffen
" Emang nggak cukup ya tadi malem kamu ngasih hadiah buat aku ? kok ngasih lagi ?"
" Gapapa, anggap aja ini hadiah terakhir dari aku" kata Raffen.
" Aku mau jujur tentang satu hal lagi" Lanjutnya
" Apalagi sihh ? banyak banget rahasianya" Tawaku.
" Sebenernya selama enam tahun kemarin, aku tidak benar-benar pergi ke Bali, tetapi aku di Jakarta, disana aku berobat. Dan sebenernya aku mengidap kanker otak stadium 4, dan aku di vonis oleh dokter jika hidupku tak lama lagi. Maaf aku sudah berbohong jika aku pindah ke Bali. Aku tidak mau jika kamu khawatir ataupun kepikiran tentang aku."
Tawaku seketika berubah menjadi wajah yang tak percaya.
"Mungkin ini hari terakhirku bisa menghirup udara, makasih karna kamu udah mengisi hari-hari terakhirku yang sangat berharga, kalo nanti waktunya aku pergi kamu harus janji sama aku, kamu gaboleh cengeng, kamu harus jadi perempuan kuat, jadiin tempat ini sebagai tempat kenangan kita dan jangan pernah lupain persahabatan kita. Karna aku juga akan ngejagain kamu dari alam sana." Katanya dengan deraian air mata
" Nggak, kamu gaboleh pergi, jangan tinggalin aku lagi Raff. Â Kamu satu-satunya sahabat terbaik aku, cuman kamu yang bisa ngertiin aku, kamu pasti kuat, aku tau kamu kuat. Dokter pasti salah, kamu nggak mungkin mengidap penyakit itu." Kataku sambil tak kuat menhan tangis.
" Dokter tidak salah Ra, kamu tau apa permintaan terakhirku ? yaitu melihat matahari terbenam untuk terakhir kalinya bersamamu. Nanti kamu baca surat yang di dalam kotak itu ya"
" Raff, kamu bercanda kan ? ini nggak beneran kan ? Tolong jangan bercanda !!"
" Ini beneran Ra, aku serius. Ini memang hari terakhirku di dunia ini"
Aku benar-benar tak kuat menahan air mataku. Aku tak tahu harus berbuat apa, seketika pikiranku blank. Aku memandanginya tanpa henti dengan deraian air mata.
" Sudah aku bilang, jangan nangis di depanku, taka apa ini memang sudah takdirku lagipula selama aku hidup aku sudah sangat bahagia bisa bersahabat denganmu Ra."
Aku makin menangis, Raffen memelukku, dia menenangkanku dan membisikan kata.
" Baik-baik Ra disini" Katanya
Aku mengangguk dan menatapnya. Kini tiba saatnya matahari terbenam. Aku dan Raffen menatap kearah matahari terbenam itu, dan Raffen tersenyum sambil bersandar dipundakku dan mengatakan
" Aku sayang kamu Ra"
Setelah itu tangannya seketika melemah dan selurh badannya sudah tidak bertenaga. Dan saat aku cek keadaannya, benar ini memang hari terakhirnya di dunia.
Aku menangis sejadi-jadinya, Aku tak percaya jik dia Sudah pergi untuk selamanya, tapi memang ini kenyataannya, Raffen memang benar-benar pergi. Dadaku sesak, pipiku dibanjiri dengan air mata. Dia sahabat terbaiku sekaligus cinta pertamaku benar-benar telah pergi dan aku kehilangannya untuk yang ke dua kali dan ini adalah hadiah terakhir darinya.
Aku tahu bahwa setiap pertemuan pasti ada perpisahan, tapi apakah sesingkat ini ? Aku baru bertemu dengannya lagi, tapi kenapa dia begitu cepat untuk pergi ? Apakah perpisahan harus sesakit ini ? Jika memang harus sesakit ini, untuk apa ada pertemuan ? jika kebahagiaan dari pertemuaan itu akhirnya akan tertutupi juga oleh sakitnya perpisahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H