Mohon tunggu...
Aldriyety Merdiarsy
Aldriyety Merdiarsy Mohon Tunggu... Penulis - Menulis, Puitis tapi tidak Pulpitis

Muda Berkarya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Sekolah Ibu" dan Diskriminasi terhadap Perempuan

26 Januari 2019   11:52 Diperbarui: 26 Januari 2019   12:02 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernyataan Wakil Bupati Bandung Barat, Hengky Kurniawan, beberapa saat lalu mengundang polemik di masyarakat. Hal ini disebabkan Program yang dicetuskan oleh Wakil Bupati Bandung Barat tersebut dinilai menimbulkan diskriminasi terhadap perempuan. Hengky Kurniawan menyampaikan anggapan ini sebatas pikiran semata yang dimunculkan dari masyarakat (netizen). 

Diketahui bahwa politikus tersebut mengumumkan melalui Instagram tentang pencanangan adanya program  "Sekolah Ibu" di wilayah tersebut. Sekolah Ibu hadir berangkat dari tingginya kasus perceraian di Kabupaten Bandung Barat. Program ini diketahui diadaptasi dari program serupa yang sebelumnya dijalankan di Kota Bogor dan berhasil menekan angka perceraian.

Budaya Patriarki yang Kental

"Sekolah Ibu" tak bisa dipungkiri memunculkan persepsi bahwa Ibu sebagai pihak utama yang bertanggung jawab dalam kasus-kasus perceraian yang terjadi di masyarakat. Padahal terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan perceraian sebagaimana yang disampaikan oleh Setara Institute. Faktor seperti ekonomi, perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga justru bahkan lebih banyak didatangkan dari pihak ayah. 

Keberadaan Program ini disinyalir berasal dari budaya patriarki yang cenderung menyudutkan perempuan dalam kegagalan terciptanya kondisi rumah tangga yang harmonis. Padahal rumah tangga dibangun atas kerja sama peran antara suami dan istri dalam menciptakan kondisi keluarga yang harmonis dan bahagia dari berbagai faktor yang berpengaruh. 

Suami memiliki peran penting dan juga krusial dalam rumah tangga termasuk di dalamnya adalah mendidik istri dan anak. Kegagalan istri atau ibu dalam menjalankan peran kendatinya menjadi salah satu bentuk kegagalan seorang ayah atau suami dalam mendidik istri dan menjadi kepala rumah tangga.

Bukan "Sekolah Ibu" tapi "Pusat Konseling Keluarga"
Alih - alih menitikberatkan penyebab penceraian terhadap suatu pihak melalui program "Sekolah Ibu" yang dinilai diskriminatif, pemerintah justru dituntut memunculkan solusi yang lebih konkret, strategis dan berdampak. Salah satu contohnya adalah dengan menyediakan Pusat Konseling Keluarga. 

Pusat Konseling Keluarga dapat menjadi wadah konsultasi dan edukasi baik bagi para bapak, ibu maupun anak dalam menyelesaikan permasalahan di dalam keluarga. Pusat Konseling ini juga dapat bergandengan dengan pihak lainya dalam menyelesaikan masalah -- masalah lainya dalam keluarga seperti contohnya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan masih banyak lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun