Mengacu Article 1 Montevideo Convention on the Rights and Duties of States termaktub kualifikasi negara yaitu adanya penduduk tetap, wilayah yang jelas, pemerintah berdaulat, dan kemampuan melakukan hubungan dengan negara lain. Sampai saat ini bunyi pasal tersebut masih menjadi acuan dalam mempelajari negara, khususnya di fakultas hukum. Akan tetapi jika tetap mengacu tersebut tanpa berusaha melakukan elaborasi sesuai perkembangan ketatanegaraan, maka tidak akan ada kemajuan. Melihat teori Louis Althusser, terdapat reproduksi hubungan kekuasaan dan aparatur ideologi negara yang berguna dalam menundukkan individu melalui interpelasi. Terdapat dua perilaku negara yaitu produksi dan reproduksi yang keduanya sebetulnya melakukan pengulangan yang sesuai perkembangan masyarakat.
Maksud dari produksi yaitu negara dan masyarakat bekerja sama menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan reproduksi yaitu mengolah lebih lanjut akan sesuatu yang sudah habis. Seperti hal kebutuhan pokok akan habis, tetapi akan berulang lagi hingga berganti dengan sejenisnya. Di sini dikatakan bahwa terjadi penolakan oleh negara ketika keinginan individu sangat banyak. Penolakan bukan karena tidak ingin dikritik, tetapi negara harus memilih keinginan mana yang sesuai bagi masyarakat atau jalannya pemerintahan. Jika diteruskan, keinginan masyarakat luas pun bisa dianggap berbahaya ketika itu terkait ideologi karena pusat negara adalah ideologi. Terdapat siklus negara yang berbeda-beda karena penolakan oleh negara ternyata memiliki alasan khusus.
Perspektif lainnya mengacu Immanuel Kant bahwa negara merupakan kesatuan dari banyak manusia di bawah hukum yang benar. Ketika masyarakat mengikuti diri mereka sendiri, maka itulah wujud negara sebenarnya. Terdapat suatu norma yang menyatukan semuanya sehingga ketidaksadaran ini mempengaruhi keadaan negara. Tentu saja pemikiran Immanuel Kant harus melihat keadaan saat itu karena dalam satu karyanya ia mengatakan bahwa negara harus mengutamakan kedamaian sehingga tentara tidak dibutuhkan. Konsep negara ideal memiliki definisi yang berbeda-beda dan tergantung bagaimana pemimpin tersebut menjalankannya.
Mungkinkah Korea Utara menjadi negara ideal utama di dunia? Jika melihat kehendak bebas manusia, maka Korea Utara menjadi negara yang tidak ideal karena masyarakat di luar Korea Utara mengidentifikasi sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Akan tetapi bagi masyarakat Korea Utara, negara mereka (Korea Utara) adalah negara yang ideal dengan menjadi dirinya sendiri. Kekalutan dalam bernegara menjadikan sifat negara tertinggi monopoli dan memaksa semakin disetujui.
Apakah semuanya itu ideal? Sebelum dijawab, maka ada pertanyaan yang harus direnungkan. Pertanyaan pertama, siapakah yang pernah berinteraksi dengan pejabat publik? Tentu tidak semua orang bisa berinteraksi dengan pejabat publik, kecuali ada hal-hal yang bersifat alamiah seperti prestasi, keadaan mendesak, hingga keberuntungan. Pertanyaan kedua, dengan siapa mereka berinteraksi? Ada seorang warga mengalami kecelakaan akibat lampu merah yang tidak diperbaiki. Interaksi pertama yaitu dengan bertindak acuh karena kecelakaan tidak terjadi dengan dirinya. Kemudian ketika terjadi kecelakaan barulah ada interaksi dengan pihak yang menolong yaitu masyarakat sekitar. Dari sini akan menjadi ideal jika kedua belah pihak saling bertemu.
Sifat ideal ini merupakan ideal yang kompleks. Namun dalam tataran empiris, negara ideal tidak hanya bertemunya perwakilan negara dan masyarakat di suatu tempat. Esensi ideal yaitu bisa pemenuhan hak asasi manusia, bertindak ketika ada peperangan negara lain, melindungi masyarakat dalam keadaan darurat, dan tetap mempertahankan hakikat negara itu sendiri. Keidealan suatu negara ketika sudah tercapai, maka harus tetap dipertahankan. Wujud mempertahankan yaitu terus memperbarui dengan model-model yang dikehendaki dan tidak bertentangan dengan konstitusi.
Menjawab pertanyaan, "Apakah negara ideal ada?" Maka jawabannya ada dan siapapun bisa menentukan ciri idealnya, tetapi jangan lupa dengan hukum alam di mana ideal identik dengan kebaikan, kenyamanan atau kesejahteraan. Kadangkala ungkapan Latin "Malo periculosam libertatem quam quietam servitutem" terkesan agresif, tetapi negara harus tetap berdiri dalam keadaan apapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H