Pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah pada 16 November 2022 telah menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Berdasarkan Permenaker tersebut, upah minimum provinsi tahun 2023 harus ditetapkan dan diumumkan oleh gubernur paling lambat 28 November 2022. Adapun upah minimum kabupaten/kota tahun 2023 diumumkan paling lambat 7 Desember 2022.
Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Adanya kebijakan pengupahan merupakan perwujudan hak pekerja/buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Penghasilan untuk memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan adalah jumlah pendapatan/penerimaan dari hasil pekerjaannya sehingga dapat memenuhi kehidupan baik untuk pekerja/buruh maupun bagi keluarganya secara wajar. Hakekat upah minimum adalah untuk memberikan perlindungan bagi pekerja agar upahnya tidak dibayar terlalu rendah akibat ketidakseimbangan pasar kerja sehingga daya beli dan kesejahteraannya tidak menurun. Oleh karena itu, formula penghitungan upah sangat menentukan untuk perwujudan hak para pekerja/buruh tersebut.
Formula perhitungan yang diatur dalam Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 berbeda dengan ketentuan sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021. Berdasarkan Permenaker terbaru tersebut, formula penentuan upah minimum menjadi UM(t+1) = UM(t) + (Penyesuaian Nilai UM x UM(t)). UM(t+1) adalah upah minimum yang akan ditetapkan. UM(t) merupakan keterangan untuk upah minimum tahun berjalan. Adapun maksud dari penyesuaian nilai upah minimum adalah penjumlahan antara inflasi dan perkalian pertumbuhan ekonomi dan (alfa). Setelah diperoleh hasil penghitungan, maka ditegaskan sesuai Pasal 7 Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 bahwa besaran kenaikan upah minimum tahun 2023 harus maksimal 10 persen. Apabila hasil penghitungan ternyata kenaikannya mencapai lebih di atas 10 persen, Gubernur wajib menetapkan paling tinggi 10 persen. Sedangkan untuk penghitungan upah minimum kabupaten/kota yang belum memiliki upah minimum, penghitungannya lebih kompleks lagi dengan formula menggunakan variabel data paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah.
Adanya formula baru dalam penghitungan upah minimum tahun 2023 berdasarkan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentunya menimbulkan pro kontra, terutama oleh kelompok pengusaha dan pekerja/buruh. Sebagian besar pengusaha berharap adanya konsistensi regulasi dan tidak ada perubahan kebijakan yaitu tetap ingin mempertahankan ketentuan sebelumnya berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan karena sudah menjadi konsensus bersama. Selain itu, sebagian usaha khususnya di industri tekstil mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sedangkan di sisi serikat pekerja tentunya mendukung dan berharap agar dasar hukum Permenaker Nomor 18 Tahun 2022, melalui dewan pengupahan segera diterapkan di daerah. Walaupun terjadi pro kontra, kita berharap adanya formula baru tersebut akan turut menjaga daya beli pekerja/buruh di tengah mulai meningkatnya ekonomi pasca pandemi.
Meningkatnya kinerja ekonomi terlihat dari indikator ketenagakerjaan tahun ini yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2022 mencapai 5,86 persen. Lebih rendah bila dibandingkan dengan Agustus 2021 dan 2020 yang masing-masing mencapai 6,49 persen dan 7,07 persen. Tingkat partisipasi angkatan kerja juga meningkat sebesar 0,83 persen poin menjadi 68,63 persen di Agustus 2022 dibanding Agustus 2021. Indikator lainnya, yaitu meningkatnya rata-rata upah buruh/karyawan/pegawai. Pada Agustus 2022, rata-rata upah mencapai 3.070.756 rupiah, atau meningkat sebesar 5,61 persen dibandingkan sebelum pandemi. Bahkan bila dibandingkan Agustus 2021, rata-rata upah meningkat signifikan sebesar 12,22 persen.
Walaupun berbagai indikator ketenagakerjaan menunjukkan perbaikan, tetapi realisasi pembayaran upah sesuai ketentuan upah minimum masih belum optimal karena masih banyak pekerja/buruh yang menerima upah di bawah ketentuan. Selain itu, ketimpangan upah antar pekerja juga masih banyak terjadi karena kebijakan upah minimum hanya diberlakukan untuk usaha berskala menengah dan besar, sedangkan 75 persen tenaga kerja di Indonesia bekerja pada usaha mikro kecil. Ketentuan upah minimum dikecualikan bagi usaha mikro dan kecil yaitu berdasarkan kesepakatan antara antara pengusaha dan buruh, paling sedikit 50 persen dari rata-rata konsumi masyarakat tingkat provinsi atau 25 persen di atas garis kemiskinan provinsi.
Ketentuan penetapan upah minimum harus dilakukan secara hati-hati. Secara teori, kenaikan upah minimum hingga melebihi titik keseimbangan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja akan berdampak pada penurunan permintaan terhadap tenaga kerja terutama di sektor formal. Berdasarkan hasil kajian, kenaikan upah minimum tidak serta merta berdampak negatif terhadap pengangguran dan penyerapan tenaga kerja. Namun, adanya kelebihan penawaran tenaga kerja pada sektor formal akan mendorong transisi dari tenaga kerja formal menjadi tenaga kerja informal.
Untuk itu dalam penetapan besaran upah minimum, selain memperhatikan kondisi perekonomian secara umum dan antar daerah, daya saing serta produktivitas, juga disparitas kemampuan setiap perusahaan. Bagi perusahaan skala besar yang padat modal, besaran upah minimum boleh jadi tidak terlalu berdampak. Berbeda dengan perusahaan tertentu, misalnya industri padat karya, yang mempekerjakan pekerja dalam jumlah besar. Namun yang lebih penting, masing-masing pihak khususnya pekerja/buruh dan pengusaha bisa memahami dinamika yang terjadi serta menyadari akan hak, tugas/tanggung jawab, dan kewajibannya masing-masing.
Semoga adanya ketentuan penetapan upah minimum yang baru dengan mengedepankan dialog yang melibatkan para pihak, akan tercipta upah yang berkeadilan, yaitu upah yang adil bagi pengusaha, pekerja, maupun sesama pekerja dalam satu perusahan serta antar wilayah karena adanya hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan akan menguntungkan semua.