Mohon tunggu...
Aldo Syahrul Huda
Aldo Syahrul Huda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Catatan-catatan kecil dari keresahan

Boleh mampir dan bertamu.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Penyimpangan moralitas remaja, siapa yang seharusnya disalahkan ?

22 Maret 2021   21:56 Diperbarui: 22 Maret 2021   22:14 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia adalah salah satu makhluk paling sempurna di antara berbagai makhluk lainnya. Tolak ukur kesempurnaan biasa di dominasi oleh masyarakat dengan kebaikan juga dengan kemewahan. Manusia dilahirkan dengan wujud, dan ciri yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh kombinasi beberapa orang. Lahirnya berbagai manusia dan karakter baru. Padahal, keberagaman tidak sepenuhnya baik, selalu ada kerugiannya. Terkadang manusia lebih sibuk untuk bisa menyempurnakan diri sehingga menjadi sebuah tuntutan yang harus ada dalam diri manusia. Namun nyatanya dalam kehidupan, jiwa manusia itu berbeda-beda, akan ada masanya bergelut dengan kebaikan atau dengan keburukan. Sehingga keburukan menjadi sebuah hal yang sangat dibenci oleh masyarakat.

Manusia terlahir bukan hanya dengan sekedar raga dan jiwa, tetapi juga dengan akal dan pikiran. Akal pikiran ini menjadi sebuah kelebihan dari makhluk lainnya yang digunakan sebagai penentu jalan mana yang seharusnya di lakukan dan hal apa yang seharusnya dipilih.  Bukan hanya itu, manusia memiliki moralitas yang sejatinya menjadi landasan dalam berperilaku. Menurut W. Poespoprodjo mengartikan moralitas sebagai “kualitas perilaku manusia, yang menunjukkan apakah perilaku itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup pro dan kontra dari perilaku manusia. Moralitas terlahir dari proses warisan dari orangtua bukan dari diri sendiri manusia. Jadi sejatinya tidak bisa menyalahkan siapa yang salah, tetapi seharusnya menjadi sebuah dorongan untuk bisa memperbaiki diri agar ketika mewariskan moralitas minimnya kembali keburukan.

Orang tua biasanya tidak mengetahui dan memahami perubahan yang terjadi pada anak mereka, sehingga mereka tidak menyadari bahwa anaknya sudah dewasa dan bukan lagi yang ingin dibantu setiap saat. Orang tua bingung dengan ketidakstabilan emosi dan perilaku remaja, sehingga konflik di antara keduanya tidak jarang terjadi. Karena merasa tertekan dan terkekangnya psikologi seorang anak, pada akhirnya mereka cenderung mencari kebebasan dan menjadikan lingkungan bebas ini menjadi pendidik, bukan peran ibu seutuhnya. Psikologi, sosial, termasuk pendidikan, jika tidak segera ditangani, kondisi ini dapat berlanjut hingga dewasa dan dapat berkembang ke arah yang lebih negatif. Seperti contohnya kenakalan remaja, narkotika, seks bebas, geng motor, dan lain sebagainya.

Begitupun kita lihat dalam perspektif orang tua, dimana orang tua khususnya ibu terkadang hanya sekedar mengekang dan malah menjadi seperti seorang operator yang tidak terlihat subjeknya. Kebanyakan anak yang mengalami pergeseran moralitas terjadi karena pemenuhan kebutuhan yang sangat terpenuhi oleh ibunya dan seorang ibu yang terfokus untuk mencari sebuah uang untuk memenuhi kehidupan anaknya agar anaknya bahagia. Namun lain hal, bukannya membahagiakan justru menjatuhkan. Sehingga peran pendidik ibu tidak nampak dalam kehidupan seorang anak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun