Ketentuan verifikasi Partai Politik (Parpol) peserta Pemilu 2019 hingga saat ini masih menuai pro dan kontra. Pasalnya, verifikasi hanya diwajibkan untuk parpol baru saja. Namun tidak bagi parpol yang telah mengikuti Pemilu pada 2014 lalu. Selain itu, parpol lama hanya diwajibkan untuk registrasi atau mendaftar di KPU.
Aturan ini jelas bertentangan dengan Undang-undang Pemilu yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi. Untuk mengikuti Pemilu 2019, Pasal 167 ayat (4) huruf c telah mengamanatkan, bahwa tahapan pendaftaran dan verifikasi parpol merupakan satu kesatuan yang saling bertautan dan tidak terpisahkan dalam tahapan penyelenggaraan pemilu. Artinya, semua parpol, baik senior maupun yang unyu-unyu, wajib mengikuti kedua tahapan tersebut, yakni pendaftaran dan verifikasi faktual.
Mahkamah Konstitusi memutuskan aturan pemilu tersebut bukanlah tanpa alasan. Yang dijadikan landasan oleh MK tak lain adalah menjunjung tinggi prinsip keadilan. Satu aturan untuk semua parpol. Sama rata dan sama rasa.
Akan tetapi, KPU, Kemendagri, dan Pansus RUU Pemilu terlihat begitu kekeuh dan ngotot memberlakukan aturan yang jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi. Dengan dalih agar hemat anggaran, mereka hanya mewajibkan verifikasi faktual untuk partai baru saja. Parpol lama hanya cukup registrasi.
Padahal, fenomena di lapangan sangatlah berbeda, jelas dan tampak di depan mata. Banyak parpol-parpol lama di berbagai daerah yang bisa dikatakan, dalam istilah Arab wujuudihi ka 'adamihi  (adanya sama dengan tidak adanya). Parpol senior tersebut seolah ada, padahal nyatanya tidak ada. Mulai dari politisinya yang lompat parpol sana-parpol sini, sekretariat tidak jelas, hingga fenomena anggotanya yang sama sekali tidak tahu entah kemana.
Fakta dan realitas di lapangan semacam ini tentu tak boleh disepelekan oleh KPU. KPU harus melakukan verifikasi terhadap Parpol lama. Sehingga nantinya semua akan tahu, parpol mana yang benar-benar besar, yang benar-benar aktif, dan parpol mana yang kerjaannya hanya menancapkan ratusan bahkan ribuan bendera, tapi tidak ada massanya.
Realitas ini bukan sekedar wacana, tapi dapat diperkuat dan dibuktikan dengan berbagai survei yang belakangan banyak dilakukan oleh lembaga survei.
Tanggal 3-10 September lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menggelar survei ke 1.220 responden. Hasilnya? Sungguh amat mengejutkan. Ada salah satu partai politik baru yang elektabilitasnya mengalahkan parpol lama.
Tak hanya SMRC, seminggu setelahnya, lembaga survei Indikator Politik Indonesia juga melakukan survei yang digelar mulai dari tanggal 17-24 September. Lagi-lagi hasilnya sunggh amat mengejutkan. Elektabilitas partai yang baru seumur jagung besutan Hary Tanoe, mampu mengalahkan PAN, Nasdem dan Hanura.
Survei-survei di atas menjadi bukti nyata bahwa parpol lama, semakin hari semakin mengalami degradasi. Jika parpol-parpol tersebut hanya diwajibkan registrasi tapi tidak diverifikasi, maka jelas ketentuan ini sangatlah diskriminatif. Mereka hanya diwajibkan mendaftar, seletelah mendaftar, mereka tidak ikut ujian. Lalu, jika demikian, buat apa mereka mendaftar? Berani registrasi tapi kok takut diverifikasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H