1. Pentingnya Etika dan Integritas dalam Kepemimpinan
Berbagai penelitian dan buku tentang kepemimpinan dan integritas menekankan bahwa etika yang kuat dan integritas pribadi adalah kunci utama dalam pencegahan korupsi. Menurut James MacGregor Burns dalam bukunya "Leadership" (1978), pemimpin transformasional yang memiliki integritas dapat mempengaruhi pengikutnya untuk bertindak secara etis dan menjauh dari tindakan korup. Dalam konteks enam SA, prinsip seperti sa-benere (bertindak sesuai kebenaran) dan sa-mesthine (bertindak sebagaimana mestinya) sejalan dengan gagasan ini, di mana para pemimpin harus menegakkan prinsip kejujuran dan integritas dalam setiap tindakan mereka (Burns, 1978).
2. Prinsip Kebatinan Jawa dan Pengendalian Diri
Penelitian tentang kebatinan Jawa, termasuk kajian oleh Gie S. Hartanto dalam buku "Kebatinan Jawa dan Pengaruhnya terhadap Budaya" (2001), menunjukkan bahwa ajaran-ajaran seperti enam SA mencerminkan pandangan hidup yang mengutamakan keseimbangan dan pengendalian diri. Sa-butuhne dan sa-cukupe, misalnya, mendorong individu untuk bertindak secara bijaksana dan menghindari keserakahan. Hal ini sejalan dengan prinsip yang ditemukan dalam studi tentang pencegahan korupsi yang menekankan pentingnya pengendalian diri dan kesadaran moral sebagai faktor penting dalam menghindari penyalahgunaan kekuasaan (Hartanto, 2001).
3. Konsep Proporsionalitas dalam Pengelolaan Kekuasaan
Sumber-sumber penelitian dalam bidang pemerintahan dan etika, seperti dalam "The Ethics of Leadership" oleh Joanne B. Ciulla (2004), mengungkapkan bahwa kepemimpinan yang etis harus didasarkan pada prinsip proporsionalitas dan penggunaan kekuasaan secara bijaksana. Sa-perlune (bertindak hanya sesuai kebutuhan) mendukung gagasan ini, di mana pemimpin harus membuat keputusan dan kebijakan yang benar-benar diperlukan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk memenuhi ambisi pribadi atau kelompok tertentu. Penelitian terkait pencegahan korupsi juga menguatkan pandangan ini dengan menekankan bahwa pengeluaran anggaran yang berlebihan atau pengambilan keputusan yang tidak rasional dapat memicu tindakan korupsi (Ciulla, 2004).
4. Keseimbangan antara Kebutuhan Pribadi dan Kepentingan Umum
Dalam literatur tentang etika pemerintahan, seperti dalam jurnal Journal of Business Ethics, sering dibahas pentingnya menyeimbangkan kebutuhan pribadi dengan kepentingan masyarakat. Sak-penake (bertindak sesuai kenyamanan yang wajar) mengingatkan para pemimpin untuk tidak memanfaatkan kekuasaan untuk keuntungan pribadi yang berlebihan. Prinsip ini mengarahkan para pemimpin untuk menjaga sikap bijaksana dalam bertindak, mengutamakan kesejahteraan rakyat, dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan. Penelitian di bidang etika publik menunjukkan bahwa korupsi seringkali muncul karena pemimpin yang melayani kepentingan pribadi mereka sendiri ketimbang kepentingan publik (Journal of Business Ethics, 2020).
5. Transparansi dan Akuntabilitas
Prinsip sa-benere (bertindak sesuai kebenaran) sangat relevan dalam konteks transparansi dan akuntabilitas, yang merupakan pilar penting dalam pencegahan korupsi. Dalam penelitian yang dipublikasikan di International Journal of Public Administration, dijelaskan bahwa transparansi dalam pemerintahan dapat mengurangi peluang terjadinya korupsi dengan membangun kepercayaan antara pemerintah dan rakyat. Pengamalan prinsip sa-benere mengarahkan para pemimpin untuk senantiasa berlaku jujur dan terbuka dalam semua aspek pemerintahan, yang dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan (International Journal of Public Administration, 2018).
6. Implementasi Prinsip dalam Studi Kasus