Setelah Presiden Joko Widodo dideklarasikan kembali oleh PDIP untuk dijadikan Calon Presiden (Capres) pada Pemilu 2019, banyak tokoh mulai bermunculan.
Namun sayang, di antara banyak tokoh yang sering dibicarakan publik untuk dijadikan pendamping Jokowi, rasa-rasanya hingga kini belum ada yang pantas dan cocok. Â Banyak nama bermunculan hanya mengandalkan popularitas. Bukan kualias.
Jika melihat sosok Jokowi serta kiprahnya selama menjadi pemimpin, ia sepertinya sangat pas jika disandingkan dengan tokoh yang berlatar belakang ekonom. Bisa dilihat bagaimana sepak terjang kemimpinan Jokowi selama menjadi Presiden, perekonomian nasional terbilang stabil. Hal ini terjadi tak lain dan tak bukan, karena pendamping Jokowi adalah Jusuf Kalla yang notabene berlatar belakang ekonom.
Maka, sampai saat ini, sosok yang pas mendampingi Jokowi untuk periode 2019-2024, pilihannya hanya dua. Antara Sri Mulyani atau Hary Tanoesoedibjo. Kedua tokoh ini sama-sama memiliki background ekonom, dan yang pasti mereka juga memiliki kelebihan masing-masing. Mari kita kulik satu persatu.
Pertama, Sri Mulyani. Siapa yang tak kenal dengan tokoh yang satu ini. Wanita kelahiran Bandar Lampung ini memiliki segudang prestasi. Ia juga pernah dinobatkan sebagai satu-satunya wanita Indonesia yang masuk dalam daftar salah satu wanita berpengaruh di dunia. Bahkan teranyar, dia dinobatkan sebagai Menteri terbaik di dunia.
Namun, di balik segudang prestasi yang selama ini diraih Sri Mulyani, ia juga memiliki kekurangan. Soal pengalaman usaha atau bisnis, ia terbilang kurang. Hal ini tentu sangat patut untuk dipertimbangkan. Sri Mulyani hanya ahli ekonomi makro. Jika berbicara soal pertumbuhan ekonomi, inflasi dan semacamnya, kemampuannya memang tak bisa dipertanyakan lagi.
Itulah kelebihan dan kekurangan Sri Mulyani. Ia bisa menganalisa pertumbuhan ekonomi, namun minim pengetahuan soal kondisi real di lapangan.
Selanjutnya  adalah, Hary Tanoesoedibjo. Ketua Umum Partai Perindo ini, mulai ramai dibicarakan publik sebagai pendamping Jokowi, setelah dirinya kerapkali masuk dan memuncaki hasil survei di sejumlah lembaga survei.
Berbeda dengan Sri Mulyani. Jika Sri Mulyani hanya berkutat pada ekonomi makro, Hary Tanoe lebih kepada pengalamannya di lapangan. Ia paham betul soal kondisi pasar, harga dan semacamnya.
Namun demikian, kedua tokoh ini sebenarnya sama-sama memiliki jaringan internasional yang luas. Jaringan serta pengalamannya di berbagai negara tentu tak bisa diragukan lagi. Bedanya, jaringan internasional Sri Mulyani hanya sebatas kenalan atau bahkan sebatas antara atasan dan bawahan. Sementara Hary Tanoe, ia memiliki banyak jaringan internasional sebagai mitra atau kerjasama.
Satu lagi kelebihan yang dimiliki Hary Tanoe. Ia paham betul mengenai pasar modal. Hal ini terlihat dari rekam jejaknya, dimana perusahaan pertama yang ia dirikan bergerak di bidang pasar modal.