BAGI para pelajar tentu tidak asing dengan istilah bekal. Ya hampir setiap hari kita akrab dengan kata bekal. Entah itu berupa makanan maupun minuman, yang kita bawa saat berangkat ke sekolah, sebagai amunisi kita di saat istirahat untuk mengurangi rasa lapar dan haus ketika berada di sekolah.
Budaya membawa bekal ke sekolah sudah sejak lama sekali berlangsung. Namun budaya membawa bekal ini, sekarang cenderung dianggap tidak praktis oleh sebagian pelajar. Bahkan sebagian orang tua juga menganggap repot untuk menyiapkan bekal untuk anak-anaknya. Ada anggapan lebih praktis memberi uang saku daripada menyiapkan bekal untuk anak-anak mereka.
Memang kalau dilihat dari sisi praktisnya, memberi uang saku lebih praktis dan kita sebagai anak juga lebih senang, bisa membeli makanan atau minuman sesuai selera kita di sekolah. Tidak repot membawa kotak makanan dan minuman, yang harus beradu tempat dengan buku-buku dan peralatan sekolah lainnya di dalam tas kita.
Bagi orang tua memberi uang saku bagi anak-anak bukan KUHP (Kasi Uang Habis Perkara), tetapi ada hal yang orang tua mungkin tidak terpikirkan, karena kesibukan mereka bekerja atau urusan bisnis lainnya. Dengan memberi uang saku, sebenarnya orang tua membiarkan anak-anak mereka membeli sesuatu yang belum tentu sehat, karena mereka tidak bisa mengendalikan apa yang anak-anaknya beli.
Bekal Lebih Sehat
Seandainya orang tua mau repot sedikit dengan menyiapkan bekal anak-anaknya ke sekolah, tentu orang tua tahu apa yang dikonsumsi anak-anaknya selama di sekolah. Hal ini karena bekal anak-anaknya tentu mereka pilihkan yang baik dan sehat untuk buah hatinya. Baik makanan ataupun minuman, setidaknya kalau membawa bekal dari rumah, orang tua tahu asal usulnya dan kualitasnya, apa yang dikonsumsi anak-anak mereka.
Kalau kita melihat beberapa tayangan televisi yang menyoroti jajanan di sekolah – sekolah saat ini, kita tentu sangat prihatin. Betapa tidak, ada bahan pewarna tekstil dipakai untuk jajanan anak-anak supaya menarik. Ada juga makanan yang bahan-bahannya menggunakan bahan yang tidak layak, seperti ayam atau daging yang tergolong tidak layak konsumsi. Juga minuman yang diberi pemanis buatan yang kadarnya melebihi ambang batas yang diijinkan, untuk menekan harga supaya terjangkau.
Orang tua juga harus memberikan pemahaman kepada anak-anak yangenggan membawa bekal dari rumah, dengan alasan berat, repot ataupun malu. Karena akibat seringnya mengkonsumsi makanan yang diberi pewarna tekstil, pemanis buatan yang berlebihan ataupun bahan-bahan pengawet lainnya, tidak secara langsung kelihatan efeknya. Biasanya butuh waktu lama, baru terlihat dampak negatif yang ditimbulkan bagi kesehatan terhadap anak – anak yang sering mengkonsumsi makanan dan minuman yang tidak sehat.
Jangan Malu
Mengapa malu? Tidak perlu malu atau gengsi untuk membawa bekal ke sekolah. Bekal yang disiapkan oleh orang tua tentu sudah dipilihkan yang terbaik buat kita anak-anaknya. Tidak mungkin orang tua memberi bekal yang tidak sehat, apalagi yang jelas-jelas banyak unsur pengawetnya. Mengapa? Karena orang tua tidak ingin kelak anak-anaknya menderita sakit, karena makanan bekal yang dibawa tidak sehat. Maka mereka akan selalu berusaha memberikan yang terbaik.
Budayakan membawa bekal ketika berangkat ke sekolah, karena kita sudah mulai menanamkan pola hidup sehat. Bekal makanan dan minuman yang dibawa dari rumah tentu lebih sehat daripada membeli di sekolah. Repot? Jelas, tetapi tidak akan merepotkan kita kelak daripada jatuh sakit karena makan makanan dan minuman yang tidak sehat bagi tubuh kita.