Mohon tunggu...
Laurensius Aldo Alviano
Laurensius Aldo Alviano Mohon Tunggu... Pelajar -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Lahir Pancasila: Bukan Sekedar Hafal, tapi Diamalkan

27 Mei 2016   11:39 Diperbarui: 27 Mei 2016   11:51 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

BEBERAPA waktu lalu Pemerintahan Jokowi - JK mewacanakan gagasannya, tanggal 1 Juni yang merupakan Hari Lahir Pancasila, akan ditetapkan sebagai hari libur nasional. Penetapan ini bila benar-benar sudah resmi, dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden, maka Pemerintahan Jokowi-JK akan mengakhiri perjalanan panjang, penetapan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila dan sebagai hari libur nasional. Sebab kita tahu sebenarnya wacana ini sudah sejak periode pemerintahan Megawati dan SBY, namun tak kunjung terealisasi.

Hal terpenting dalam memperingati Hari Lahir Pancasila, bukan perkara dijadikannya hari libur nasional, tetapi lebih dari itu, bagaimana kita sebagai warga negara Indonesia, memaknai peristiwa dibalik lahirnya Pancasila dan bagaimana kita melaksanakan nilai-nilai yang ada di dalamnya.

Pada suatu kesempatan saya pernah melihat tayangan video di Youtube, di mana seorang pelajar diminta oleh gurunya mengucapkan Pancasila. Apa yang terjadi? Siswa tersebut berulangkali gagal mengucapkan dengan benar. Peristiwa lain yang masih hangat dipikiran kita, salah seorang artis Indonesia, dalam sebuah acara mengucapkan Pancasila dengan tidak pantas, dan memang ternyata sang artis itu benar-benar tidak hafal Pancasila.

Begitu parahkah kondisi saat ini, hafal Pancasila saja tidak, bagaimana mau mengamalkan nilai-nilai yang ada di dalamnya. Yang lebih ekstrim lagi, dengan tidak hafal Pancasila pun dijadikan bahan tertawaan yang disaksikan jutaan orang.

Pancasila memang bukan untuk sekedar dihafalkan, tetapi lebih dari itu, Pancasila seharusnya bisa dipelajari nilai-nilai luhur yang ada disetiap silanya, dan tidak kalah pentingnya dilaksanakan dalam kehidupan kebangsaan kita.

Pada zaman Orde Baru ada yang namanya Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Saat itu hampir semua siswa dan mahasiswa, bahkan pegawai negeri pun tidak ada yang tidak bisa menolak tidak ikut Penataran P4. Pada masa itu, generasi muda sudah dibekali penghayatan akan nilai-nilai luhur Pancasila. Tentang pengamalannya tergantung setiap individu yang melaksanakan, tetapi mereka sudah ada dasar akan nilai-nilai luhur Pancasila itu.

Sekarang dengan ditiadakannya P4, banyak generasi muda dalam kurun waktu tertentu seperti buta akan Pancasila. Kalaupun toh mengerti sekedar hafal Pancasila, karena untuk menanamkan penghayatan nilai-nilai yang ada di dalam Pancasila, saya rasa tidak cukup hanya di pelajaran PKN atau sejenisnya, yang notabene harus berbagi waktu pelajaran dengan materi lainnya. Akibatnya sekarang ini banyak generasi muda yang rentan disusupi paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Barangkali Kementerian Pendidikan Nasional atau pihak terkait, bisa mulai mengevaluasi penanaman penghayatan akan Pancasila, meski tidak seberat Penataran P4. Tetapi sasaran jangka panjangnya, Indonesia punya generasi berwawasan kebangsaan yang tangguh, sesuai nilai-nilai luhur Pancasila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun