"Terima Kasih kepada Para Pelanggan Toko Aquarius Mahakam. Dengan ini kami dari management Toko mengucapkan : Merry Christmas 2013 Happy New year 2014. Dan kami menyampaikan bahwa TOKO AQUARIUS MAHAKAM akan di TUTUP dan menghentikan segala operasional Toko per tanggal 31 Desember 2013. Demikian pemberitahuan ini disampaikan. Terima kasih atas perhatiannya"
Secarik kertas pengumuman itu tertempel di pintu kaca outlet musik legendaris di Jakarta, AQUARIUS, yang terletak di kawasan Mahakam, Blok M. Ada 'keperihan' dibalik tulisan tertanggal 26 Desember 2013 itu. Setelah beberapa tahun lalu Aquarius menutup outletnya di kawasan Pondok Indah dan juga di kota-kota lainnya, satu-satunya outlet yang selama ini bertahan dan menjadi salahsatu outlet musik legendaris di Jakarta akhirnya harus menyerah juga pada 'kekejaman' teknologi internet. Di era sekarang, seseorang akan dengan mudah mengunduh lagu-lagu yang disukainya di internet, gratis !!! bahkan untuk lagu yang baru saja dirilis dan sedang dipromosikan. Tidak heran, industri musik perlahan tapi pasti menjadi goyah. Kerja keras musisi, penyanyi, komposer, produser dan semua yang terkait dengan pembuatan sebuah lagu menjadi paradoks dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Alih-alih meraup pundi-pundi rupiah seperti seharusnya, pendengar musik yang menjadi sasaran pasar lebih memilih mengunduh secara ilegal di internet sehingga pemasukan untuk pelaku industripun menjadi 0 rupiah. Ini juga berimbas pada outlet musik yang selama ini menjadi ujung tombak penjualan kaset dan CD. Semakin berkurangnya pembeli kaset dan CD, semakin terpuruk pula outlet musik. Tidak hanya Aquarius, Disc Tarra yang di masa lalu tersebar di hampir semua Mal, saat ini menyisakan beberapa outlet saja. Kalaupun ada, hanya nyempil di sudut hypermarket. Berbeda dengan era sebelumnya, outlet Disc Tarra di Mal-mal selalu mempunyai tempat yang relatif besar. Perkembangan teknologi memang sering 'mematikan' teknologi sebelumnya. Khusus di industri musik, beberapa kali sudah teknologi silih berganti. Era Piringan Hitam yang berjaya di masa lalu kemudian digantikan oleh teknologi kaset yang relatif lebih simpel dan tidak makan tempat. Memasuki era 90an, era Compact Disc mulai membayangi kaset. Dua teknologi ini berjalan beriringan sampai tiba masanya teknologi MP3, kemudahan unggah dan unduh di internet, yang pelan tapi pasti justru mematikan industri musik itu sendiri. Industri musik menjadi seolah 'tidak berharga' karena bisa diunduh gratis. Saat ini sudah tiba eranya dimana orang tidak lagi lari ke toko musik untuk membeli album baru seorang penyanyi, melainkan tinggal browsing di internet, dan voila.. lagu favorit bisa tersimpan di MP3 player, laptop, ponsel, dan siap didengarkan kapan saja. Salah siapa kalau industri musik akhirnya bisa benar-benar mati ? Kita sering koar-koar mengharamkan pembajakan. Tarian kita diklaim negara tetangga kita bisa ngamuk-ngamuk dan komen kata-kata kotor di kolom komentar postingan portal berita. Kita rajin mengumpat korupsi yang sudah mendarahdaging di negeri ini. Tapi betulkah kita sendiri sering abai bahwa kita juga melakukan kejahatan pada musisi, penyanyi, komposer, produser dan pelaku industri musik dengan mengunggah dan mengunduh lagu-lagu hasil karya mereka yang seharusnya kita beli dengan sejumlah rupiah ? Lalu kalau sekarang toko-toko musik gulung tikar seperti Aquarius, Disc Tarra dan lain-lainnya termasuk toko-toko musik di daerah-daerah yang sudah lama kandas, kita lalu beramai-ramai merasa prihatin, menyesalkan hal ini, menganggap teknologi baru kejam karena mematikan teknologi lama, tanpa mencoba melihat pada diri sendiri bahwa kitalah sebenarnya yang mematikan CD dan kaset fisik, membunuh toko-toko musik, dan tidak menutup kemungkinan memusnahkan industri musik itu sendiri. Mumpung masih ada Disc Tarra, Duta Suara, Harika, juga franchise ayam goreng yang juga jadi tempat jualan CD, kita bisa menyelamatkan industri musik dengan tidak mencuri lagu di internet. Ada download legal di portal-portal semacam itunes, amazone dan lain-lain yang bisa digunakan kalau kita tidak mau repot membeli CD atau kaset fisik. Hargai jerih payah pelaku industri rekaman. Bayangkan kalau kita yang ada di posisi mereka. Atau gampangannya, bayangkan kalau hasil kerja kita diambil orang lain tanpa izin, dicolong dengan semena-mena. Tentu kita tahu bagaimana harus bersikap. Selamat menjadi arif dan bijaksana, demi industri musik kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H