Mohon tunggu...
aldi surizkika
aldi surizkika Mohon Tunggu... Penulis - mahasiwa

tukang ngopi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berpikir Kritis: Antara Subjektivitas Vs Objektivitas

30 September 2024   20:59 Diperbarui: 30 September 2024   21:04 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berpikir kritis adalah keterampilan penting di dunia saat ini, yang sering kali ditekankan oleh para profesor di universitas. Hal ini mencakup pengambilan keputusan yang bijaksana dan mengambil kesimpulan yang benar, tanpa terpengaruh oleh godaan, emosi, keserakahan, pertimbangan yang tidak relevan, kebodohan, atau bias. Ini melibatkan berpikir tentang berpikir dan mengkritik pemikiran sendiri untuk memastikan pemikiran tersebut mematuhi kriteria akal sehat dan logika.

Dalam beberapa mata kuliah, mahasiswa mungkin diminta untuk merancang atau mengevaluasi sesuatu, membuat proposal, mendiagnosis suatu situasi, menjelaskan atau mengomentari sesuatu, atau melakukan sejumlah hal lain yang melibatkan pengambilan kesimpulan. Meskipun mahasiswa yang cerdas mungkin tidak memerlukan komentar kritis, kebanyakan orang kadang-kadang membuat kesalahan dalam penalaran, mengabaikan pertimbangan penting dan mengabaikan sudut pandang yang bertentangan dengan pandangan mereka. Mengkritik pemikiran sendiri sebagai pelatih berpikir dapat meningkatkan peluang kita menghasilkan esai yang bagus, menawarkan proposal yang masuk akal, atau membuat keputusan yang bijaksana.

Pertanyaan yang diajukan ketika mengkritisi pemikiran diri sendiri atau pemikiran orang lain bergantung pada permasalahan yang ada, namun dalam semua kasus, kita harus menghindari membuat atau menerima argumen yang lemah dan tidak valid, terganggu oleh hal-hal yang tidak relevan, dikuasai oleh emosi, menyerah pada kekeliruan atau bias, dan dipengaruhi oleh otoritas yang meragukan atau spekulasi setengah matang.

Berpikir kritis sangat penting untuk membuat kesimpulan yang benar dan membuat keputusan yang bijaksana. Hal ini melibatkan evaluasi pemikiran kita dengan standar rasionalitas dan mengevaluasi pemikiran orang lain untuk membantu orang lain. Keyakinan adalah entitas proposisional yang dapat diekspresikan dalam kalimat deklaratif, yang bisa jadi benar atau salah. Keyakinan sama dengan penilaian dan opini, dan ketika diungkapkan dalam kalimat deklaratif, keyakinan tersebut menghasilkan sebuah pernyataan atau klaim. Klaim dapat digunakan untuk tujuan lain, tetapi fokus utamanya adalah untuk menyatakan keyakinan.

Klaim objektif adalah klaim yang benar atau salah, terlepas dari kepercayaan orang terhadapnya. Sebagai contoh, "Ada kehidupan di Mars" adalah sebuah klaim objektif, karena tidak bergantung pada kepercayaan orang terhadapnya. Namun, kita mungkin tidak tahu mana yang merupakan klaim objektif, karena kebenaran atau kepalsuannya tidak diketahui. Sebaliknya, klaim subjektif adalah klaim yang tidak bergantung pada kepercayaan orang terhadapnya. Contoh klaim subjektif termasuk penilaian rasa atau perbandingan. Sebagai contoh, "Seseorang mencuri bebek beton kami yang bagus" mengandung elemen objektif dan non-objektif, tetapi pertanyaan apakah bebek beton itu bagus adalah subjektif.

Perbedaan antara "fakta" dan "opini" sering kali digunakan untuk membedakan antara opini yang bersifat subjektif dan objektif. Namun, beberapa opini tidak bersifat subjektif, karena kebenaran atau kepalsuannya tidak bergantung pada pikiran orang. Sebagai contoh, "Portland, Oregon, lebih dekat ke Kutub Utara daripada Khatulistiwa" adalah opini faktual yang salah.

Subjektivisme moral Hamlet menyatakan bahwa tidak ada yang benar atau salah secara mutlak, melainkan hanya masalah pendapat. Beberapa siswa yang berpikir kritis, seperti Hamlet, percaya bahwa pendapat moral adalah murni subjektif, dan satu pendapat sama benarnya dengan pendapat berikutnya. Namun, tidak selalu demikian. Sebagai contoh, dalam sebuah kejadian nyata, tiga remaja laki-laki menikam seekor keledai di sebuah kandang, menyebabkan keledai tersebut mati tercekik. Sebagian besar filsuf moral menolak gagasan ini, dengan menyatakan bahwa benar dan salahnya suatu tindakan tidak bergantung pada keyakinan seseorang. Mereka berpendapat bahwa menyiksa atau mengeksekusi anak yatim adalah salah, dan bahkan jika semua orang percaya bahwa melempari wanita dengan batu hingga mati adalah hal yang baik, hal tersebut tidak dapat diterima. Memahami perbedaan antara opini objektif dan subjektif sangat penting untuk mendiskusikan isu-isu dan mencapai kesimpulan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun