Salah satu kasus dan isu-isu yang masih menjadi sorotan penting dalam kajian sosiologi gender adalah gender stereotype atau ketidakadilan gender di dalam organisasi. Ketidakadilan gender dan budaya patriarki merupakan isu yang kompleks dalam masyarakat indonesia. Kaum perempuan seringkali mengalami ketidakadilan yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Meskipun promosi-promosi yang dilakukan dalam memperjuangkan kesetaraan di dalam tempat kerja masih banyak praktik-praktik diskriminasi masih sering dialami oleh kalangan perempuan. Berbagai macam bentuk ketimpangan yang didominasi oleh laki-laki di dalam lingkup organisasi membuat karir dan aktualisasi diri perempuan menjadi terhambat. Akibatnya, perempuan sering mengalami praktik diskriminasi baik itu kekerasan, marginalisasi terhadap sumber daya ekonomi, hingga pengambilan keputusan yang tidak adil. Maka dari itu, artikel ini akan membahas mengenai analisis dari akar permasalahan dan solusi yang diberikan dalam memperjuangkan kesetaraan di lingkungan kerja yang setara antara laki-laki dan perempuan.Â
Bias gender di dalam organisasi merupakan situasi yang sangat merugikan, seperti anggapan-anggapan perempuan perempuan yang kurang kompeten untuk memiliki posisi yang lebih tinggi pada peran administratif daripada strategis. Bias ini dapat mempersempit kesempatan perempuan dan dominasi laki-laki yang semakin kuat di dalam struktur organisasi yang pada akhirnya menciptakan ketimpangan yang sulit diatasi. Ketidaksetaraan ini dapat berdampak pada pengambilan keputusan terhadap peluang pelatihan dan promosi (Khairi, 2023).Â
Diskriminasi dan ketidakadilan gender di dalam organisasi merupakan salah satu bentuk ketidakadilan gender yang sering terjadi di organisasi yang mana perlakuan antara laki-laki dan perempuan yang selalu dibeda-bedakan. "Glass ceiling" atau pembatasan perempuan untuk mencapai kedudukan yang dibatasi kerap kali dialami oleh perempuan. Pemberian upah yang lebih rendah juga terjadi dan dialami langsung oleh perempuan meskipun pekerjaan yang diberikan sama dengan kaum laki-laki (Nurdin, 2024). Dominasi laki-laki di dalam struktur organisasi, kebijakan yang bias gender, dan sikap diskriminatif menjadikan subordinasi dan marginalisasi pada perempuan mengakibatkan beban ganda antara pekerjaan dan tanggung jawab yang semakin memperburuk situasi.Â
Kasus-kasus yang paling sering menjadi perhatian dalam ketidakadilan gender di Indonesia adalah dalam bentuk kekerasan terhadap perempuan. Data Komnas Perempuan menunjukkan bahwa kenaikan kasus kekerasan terhadap perempuan masih meningkat setiap tahunnya, hal itu menunjukkan bahwa perlindungan hukum yang diberikan terhadap kasus kekerasan berbasis gender masih bisa dikatakan lemah. Budaya patriarki yang sudah dilakukan sejak zaman dahulu atau terjadi secara turun-temurun yang memiliki dampak bagi pengambilan keputusan dan peran perempuan menjadi hambatan utama dalam dunia kerja. Di tingkat formal, suara perempuan seringkali terabaikan oleh dominasi laki-laki yang mengalahkan argumen-argumen yang diberikan oleh kaum perempuan, suara perempuan seringkali dianggap tidak penting. Fenomena ini menunjukkan bahwa persoalan gender tidak hanya membahas mengenai individu, tetapi juga masalah di dalam struktur organisasi tersebut yang membutuhkan perhatian serius.Â
Analisis menggunakan kerangka teori AGIL dari Talcott Parsons menunjukkan bahwa di dalam organisasi masih banyak menghadapi permasalahan dalam mewujudkan kesetaraan gender di dalam organisasi. Karena itu, diperlukannya beberapa upaya yang komprehensif, meliputi adaptasi struktur dan sistem (Adaptation), penetapan tujuan yang jelas (Goal Attainment), integrasi program kebijakan (Integration), serta transformasi budaya organisasi yang responsif terhadap gender (Latency). Dengan demikian organisasi dapat menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, adil, kondusif, dan kesempatan yang setara antara laki-laki dan perempuan.
Untuk itu, dalam memperjuangkan kesetaraan di dalam organisasi agar terwujudnya kesetaraan yang adil di lingkungan organisasi, maka upaya-upaya yang dilakukan diharapkan dapat merubah budaya-budaya negatif dari ketidakadilan gender, baik dari pemberian kebijakan hingga perubahan sudut pandang kepada perempuan yang berubah.Â
Penambahan kuota kepemimpinan perempuan, dapat menjadi salah satu solusi untuk memperjuangkan kesetaraan dan pengambilan keputusan yang strategis di dalam organisasi, serta memastikan proses seleksi dan promosi yang dilakukan untuk menjadikan sebuah organisasi akan berjalan secara transparan dan adil, dengan melakukan uji kompetensi dan prestasi sebelum memasuki organisasi. Menyusun kebijakan yang memudahkan karyawan untuk membagi tanggung jawab mereka seperti tanggung jawab pekerjaan dan keluarga dan menyediakan fasilitas pemberian cuti yang memadai kepada perempuan seperti cuti melahirkan, dan opsi kerja paruh waktu atau fleksibel. Penerapan kebijakan-kebijakan dan program yang baik diharapkan dapat membantu meningkatkan partisipasi perempuan di dalam organisasi serta pengambilan keputusan yang strategis.
Untuk mengembangkan mekanisme terkait pengaduan dan penanganan kasus diskriminasi terhadap perempuan yang efektif di dalam organisasi yaitu dengan membentuk komite atau unit yang bertanggung jawab atas laporan yang diadukan terkait kasus diskriminasi gender, anggota-anggota yang menangani aduan tersebut akan menjadi mediator terhadap pelaku dan korban diskriminasi. Langkah selanjutnya adalah menyusun kebijakan-kebijakan yang dapat membantu mengurangi segala bentuk diskriminasi gender dalam bentuk peraturan yang tertulis, kebijakan tersebut akan dibicarakan lebih lanjut dengan seluruh anggota organisasi, pemberian sanksi yang tegas kepada pelanggar kebijakan adalah penangan yang diberikan kepada pelanggar apabila ada yang melapor. Sosialisasi juga diperlukan untuk mendorong anggota untuk mendukung kesetaraan dan melindungi anggota dari tindakan diskriminatif. Dengan demikian, penerapan yang dilakukan dalam penanganan kasus diskriminasi gender secara efektif, maka diharapkan organisasi tersebut dapat menciptakan lingkungan organisasi yang aman, adil, dan anggota yang mendukung kesetaraan.
Kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi manusia yang harus diwujudkan dan harus diperjuangkan, setiap individu baik laki-laki dan perempuan juga berhak dalam mendapatkan kesempatan yang sama dalam berkarir dan pengembangan potensi diri. Karena kesetaraan gender adalah perilaku memandang gender yang tidak membeda-bedakan, memiliki peran yang sama di dalam organisasi, dan bebas untuk mengembangkan potensi dan bakat mereka. Pemberian kesempatan dan akses yang setara antara laki-laki dan perempuan dengan tidak membatasi dalam memberikan aspirasi kepada organisasi. Tidak hanya di organisasi, upaya mewujudkan kesetaraan gender di semua lapangan merupakan kewajiban yang harus dipenuhi. Kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi dalam berkarir harus sesuai dengan kemampuan masing-masing dan tidak dibatasi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H