Mohon tunggu...
aldira aldapramudita
aldira aldapramudita Mohon Tunggu... Freelancer - freelance

suka makan, baca dan tidur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kenapa Kita Menyukai Belanja Barang Mewah

20 Mei 2024   13:06 Diperbarui: 20 Mei 2024   13:27 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Belanja barang mewah seringkali dianggap sebagai bentuk kepuasan diri atau status sosial. Namun, apa yang sebenarnya terjadi dalam pikiran kita saat membeli barang-barang tersebut? Penelitian dalam bidang psikologi menunjukkan bahwa tindakan ini memiliki dampak yang signifikan terhadap perasaan dan perilaku kita.

Pertama, belanja barang mewah bisa meningkatkan rasa percaya diri. Ketika kita membeli sesuatu yang bernilai tinggi, otak melepaskan dopamin, zat kimia yang berhubungan dengan perasaan senang dan puas. Hal ini membuat kita merasa lebih baik tentang diri kita sendiri dan meningkatkan citra diri. Misalnya, memakai jam tangan mahal atau tas desainer dapat membuat seseorang merasa lebih sukses dan dihargai oleh orang lain.

Kedua, membeli barang mewah juga bisa memengaruhi persepsi orang lain terhadap kita. Dalam konteks sosial, memiliki barang-barang mewah sering kali dikaitkan dengan kesuksesan dan kekayaan. Hal ini bisa meningkatkan status sosial kita dan memperkuat hubungan dengan orang-orang yang juga menghargai barang-barang mewah. Ini dikenal sebagai "efek halo," di mana satu karakteristik positif (kepemilikan barang mewah) memengaruhi pandangan orang tentang karakteristik lain dari kita.

Namun, ada juga sisi negatifnya. Belanja barang mewah bisa memicu perasaan bersalah atau kecemasan, terutama jika pembelian tersebut melebihi anggaran kita. Perasaan ini dapat berdampak buruk pada kesejahteraan mental kita. Selain itu, ketergantungan pada barang mewah untuk merasa puas bisa menjadi tanda adanya masalah emosional yang lebih dalam, seperti kurangnya rasa percaya diri atau kebutuhan akan validasi eksternal.

Dalam jangka panjang, terlalu sering mengandalkan belanja barang mewah untuk meningkatkan suasana hati bisa menyebabkan siklus konsumsi yang tidak sehat. Kita mungkin merasa perlu terus-menerus membeli barang baru untuk menjaga perasaan bahagia dan percaya diri, yang akhirnya bisa merusak keuangan pribadi.

Secara keseluruhan, meskipun membeli barang mewah dapat memberikan kebahagiaan sementara dan meningkatkan rasa percaya diri, penting untuk memahami dan mengelola motivasi di balik tindakan ini. Dengan kesadaran dan pengelolaan yang tepat, kita bisa menikmati barang-barang mewah tanpa mengorbankan kesejahteraan mental dan finansial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun