Mohon tunggu...
Aldi Prawiratama
Aldi Prawiratama Mohon Tunggu... Psikolog - Hidup seperti Larry

Jangan berusaha

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Lapas dan Rutan Overcrowded? Kok Bisa

22 Mei 2019   09:42 Diperbarui: 22 Mei 2019   09:45 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banyak netizen yang bertanya-tanya mengapa sebuah Lapas dan Rutan yang sebesar itu bisa "kepenuhan" penghuni didalamnya, padahal remisi rutin diberikan dan  penjatuhan hukuman pidana rata-rata hanya 2-5 tahun. 

Itulah yang saya dengar dari para rekan-rekan saya yang rutin berselancar di media sosial. Keheranan mereka seakan-akan membuat saya menjadi gelisah dengan citra Pemasyarakatan yang selalu berkutat soal overcrowded ini.

Masyarakat Indonesia yang suka sekali menghukum seseorang berbuntut panjang ke dalam Lapas dan Rutan yang menjadi overcrowded, nyatanya seorang nenek yang mencuri sebuah kakao di kebun dijatuhi hukuman pidana. 

Sebenarnya ada kategori tindak pidana ringan,sedang, dan berat. Sehingga dalam penjatuhan hukuman tidak selalu dipidana penjara, masih ada pidana alternatif yang tidak perlu dipidana penjara. Meskipun ada pidana alternatif nyatanya ada lebih dari 150 UU merekomendasikan pidana penjara, artinya pemerintah pun mendukung dengan "dikit-dikit" masuk penjara. 

Lebih lucu lagi ketika ada seseorang yang melakukan update status di media sosial dapat diancam pidana penjara, menurut saya media sosial seperti wadah seseorang untuk berekspresi jadi seseorang bebas berargumen bahkan berkeluhkesah di diary virtualnya tersebut. Ibarat di sebuah terminal kita akan naik ke bus sesuai dengan tujuan kita dan mengabaikan bus lain yang tidak satu tujuan dengan kita. Jadi bila ada konten yang dirasa kurang menarik atau tidak pantas menurut pribadi yaa lebih baik diabaikan bukan diviralkan bahkan sampai melapor ke polisi. 

Saya pernah bertemu seseorang yang menjadi tahanan di sebuah Rutan didaerah Jawa Timur, ia seorang dosen kelas internasional yang mengajar di beberapa perguruan tinggi swasta. Sangat mengherankan ada seseorang yang berpendidikan masuk Rutan, awalnya saya kira kasus korupsi ternyata bukan!!! Saya terkejut ketika ia menceritakan penyebab ia masuk Rutan, " saya menagih hutang di media sosial Facebook tetapi dengan kata-kata kasar, sebab yang saya tagih sudah lama tidak membayar jadi saya kesal banget ". Hanya dengan mengetik kata kasar pun bisa masuk penjara :)

Rata-rata didalam Lapas dan Rutan mayoritas kasus penyalahgunaan narkoba, cukup membuat saya bingung mengapa pecandu narkoba malah dipenjara bukannya di rehabilitasi. Menariknya lagi belakangan ini hukuman pidananya semakin tinggi atau bisa diatas 4 tahun. 

Fakta yang membuat risau para petugas pemasyarakatan sebab semakin hari semakin banyak pecandu narkoba yang menginap di Lapas dan Rutan sebab para pecandu dijadikan satu komunitas yang tentu saja saling gotong royong untuk mendapatkan barang haram tersebut. Adanya oknum petugas yang terlena dengan iming-iming uang membuat mereka betah didalam sehingga tidak berjalannya program pembinaan yang sudah diatur oleh petugas pemasyarakatan.

Penyebab lain yang bisa membuat overcrowded datang dari internal yakni masih adanya overstaying. Sebab beberapa kepala Rutan merasa enggan untuk membebaskan demi hukum bagi tersangka atau terdakwa yang sudah lewat tahanannya.

 Membuat para tahanan di Rutan menjadi "ngejubel" diadalam. Lalu ada berlakunya PP 99 Tahun 2012 mengenai pengetatan remisi dan pembinaan luar lapas berdampak bagi napi yang seharusnya cepat bebas namun harus tetapberada didalam akibat regulasi pengetatan remisi tersebut. 

Terakhir dalam KUHAP jelas diamanahkan ditiap kabupaten atau kota ada rrutan atau lapas, namun kenyataanya hal tersebut tidak kunjung direalisasikan. Jadi, apabila saat ini ada 600 kabupaten atau kota, maka seharusnya ada 1.200 lapas dan rutan. Tapi fakta dilapangan baru ada 489 lapas dan rutan yang ada di Indonesia. Kurangnya bisa dijumlah sendiri :) peace

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun