Menurut laporan kantor berita Associated Press, Trump telah menyiapkan upacara militer bagi dirinya sendiri, lengkap dengan karpet merah, band militer serta tembakan salut 21 kali
Undangan telah disebar, namun tak jelas berapa banyak orang yang akan hadir. Sementara para tetangganya sendiri di resor itu tak menyukainya. Malahan mereka terang-terangan mengajukan surat yang menyatakan merasa terganggu dengan kehadiran Trump.
Sialnya lagi, wakilnya sendiri, Mike Pence, berencana untuk melewatkan undangan Trump tersebut. Pence beralasan, akan sulit baginya pergi menuju pangkalan militer untuk berangkat menghadiri upacara pelantikan Biden.
Itu karena ibu kota Washington DC saat ini telah berubah mnjadi benteng dengan pengamanan superketat dengan pagar dan kawat berduru di sepanjang jalan.
Puluhan ribu pasukan Garda Nasional telah dikerahkan di berbagai titik guna menangkal kekerasan yang dalam beberapa hari terakhir telah digaungkan oleh para ekstrimis pendukung Trump yang mengancam akan merusak upacara pelantikan Biden.
Sebelumnya, banyak orang-orang di sekitar Trump yang mendesaknya untuk memulihkan pemerintahannya dengan meloloskan pemotongan pajak, merunut ulang sejumlah regulasi federal, dan menormalisasi hubungan dengan Timur Tengah.
Tapi Trump tegas menolak. Ia lebih memilih pergi ke perbatasan di Texas untuk merilis video dirinya bersumpah di hadapan para pendukungnya bahwa “Pergerakan yang kita mulai ini merupakan permulaan”.
Sebelum penyerbuan ke Gedung Capitol Hill, Trump masih merupakan pemimpin de facto Partai Republik. Ia memiliki kekuatan besar serta digadang-gadang kembali meramaikan pemilihan presiden 2024.
Namun ia kini tak berdaya. Ia ditinggalkan oleh banyak rekan di partai tersebut, dimakzulkan dua kali, dan diblokir selamanya oleh Twitter (media sosial favoritnya yang kerap ia gunakan sebagai senjata untuk menyerang banyak pihak).
Dan lagi, jika ia didakwa sebagai provokator dalam sidang Senat, maka Trump harus mengucapkan selamat tinggal pada keinginannya bersaing dalam Pilpres 2024.
Untuk saat ini Trump masih marah dan malu. Ia geram sekaligus berduka. Usai Pilpres November 2020 lalu Ia telah menghabiskan waktu berminggu-minggu tenggelam dalam dunia teori konspirasi dan mempercayai omongan orang-orang di sekitarnya yang menyebutnya telah memenangi Pemilu.