Keputusan sudah diambil, Rapid Test bagian dari alat yang deteksi, dalam implementasi lapangan malah berinovasi dilakukan didepan metode deteksi standarnya yakni Swab PCR/TCM.Â
Sekali lagi modifikasi dengan nalar sangat sadar telah terjadi dan kita lihat hasilnya sekarang, biaya yang telah dikeluarkan dan lainnya yang hanya bisa dihitung saja, tanpa bisa dirasakan maknanya.
Penelitian sudah saatnya menjadi nafas dari pengambilan keputusan, kebijakan awal seyogyanya dapat kita lakukan dalam konteks hal tersebut bukan dengan nafsu ingin berhasil tanpa kaidah keilmuan yang sangat mendambakan ke validitas dan reliabilitas.Â
Hasil Penelitian dijawab dengan penelitian, keputusan dilakukan penelitian, sebaiknya 1000 test rapid dibandingkan dengan 1000 test standarnya yakni PCR/TCM apakah sensifitas dan spesifitasnya sesuai harapan, baru dilaksanakan, bukan dengan memborong secara besar-besaran dengan bungkus kepanikan atau mungkin keproyekan, singkong sudah menjadi lontong, bila mungkin.
Akhirnya keilmuan telah memberi arah kita, tapi dengan berbagai kondisi, modifikasi atas nama proxy berbagai variabel sudut pandang kita telah memahami sesuatu yang lekat dengan kondisi dunia saat ini yakni " Jujur adalah hancur ".
Karena dianggap tidak dapat beradaptasi walau menuju arah yang tidak tentu arah atau mati angin yang penting bisa survival saja sudah syukur, pemahaman yang manusiawi ditengah peradaban dengan mental tadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H