Pendahuluan
Pembahasan Toxic masculinity dewasa ini cukup sering diperbincangkan, terutama di berbagai media sosial. Istilah toxic masculinity dipakai dalam kegiatan akademis terkait sifat dan standar maskulinitas atau kejantanan itu sendiri. Fenomena maskulinitas beracun (toxic masculinity) membuat sadar banyak orang karena kepribadian racun pada dasarnya merugikan individu atau kelompok di suatu lingkungan.
Sebagai bentuk dukungan dan kesadaran atas kepribadian racun yang terjadi dimana-mana, hadirlah sebuah karya The Power Of The Dog (2021) dari Jane Campion sebagai director film tersebut yang memberi jawaban kepada penonton atau masyarakat mengapa fenomena maskulinitas beracun (toxic masculinity) harus menjadi bahan edukasi bagi kalangan masyarakat.
Tema maskulinitas secara umum diartikan sebagai sebuah bentuk kekejaman baik secara verbal atau non-verbal secara terus-menerus terhadap semua wanita dan semua pria yang gagal menampilkan dan menunjukkan maskulinitas dengan benar. (Poll, 2022)
Maskulinitas adalah gambaran tentang kejantanan, ketangkasan, kegagahan, keperkasaan dan keberanian untuk menantang bahaya, keuletan, keteguhan hati, hingga keringat yang menetes, otot laki-laki yang perkasa atau bagian tubuh tertentu dari kekuatan daya tarik laki-laki yang terlihat secara ekstrinsik.
Maskulinitas merupakan konsep terbuka yang pada dasanya bukan merupakan identitas yang tetap dan monolitis yang dipisahkan dari pengaruh ras, kelas dan budaya melainkan dalam sebuah jarak (range) identitas yang kontradiktif (Morgan: 1992, dalam Lewitt: 1997).
Selain itu juga, doktrin-doktrin pembentukan karakter maskulin yang tidak tertulis tetapi telah diwariskan secara turun-temurun melalui budaya, seperti misalnya laki-laki sejati tidak boleh menangis, harus terlihat kuat, berani, berotot, macho, gentle, dan sebagainya. Walaupun bersifat tidak pasti, namun bentuk maskulinitas sering diperlihatkan dalam film, akan selalu ada sosok laki[1]laki yang mendominasi laki-laki lain, baik dari kriteria fisik, cara bersikap, maupun segala aspek pandukung yang ada di sekitarnya. (Beynon, 2002: 2)
Perilaku maskulinitas beracun berpotensi berbahaya dan memiliki dampak sosial ke suatu lingkungan. Bahkan dalam kasus yang serius, perilaku ini dapat menimbulkan kekerasan fisik, bullying, hingga pelecehan seksual. Toxic masculinity memandang bahwa seorang pria harus memiliki kekuatan, ketangkasan, hingga kekuasaan dalam kadar tertentu sampai cukup membuatnya disebut sebagai pria.
Pada dasarnya sifat masculinity seperti kuat dan tangguh bukanlah hal buruk. Namun hal tersebut dapat berubah menjadi "toxic" karena terdapat unsur tekanan dan stigma yang menyertainya (Rahmadi: 2022). Cumberbatch yang memerakankan karakter Phil juga turut berkomentar kepada publik terhadap isu toxic masculinity yang beredar ditengah kehidupan masyarakat pada jaman sekarang.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!