Mohon tunggu...
Aldini Ila Hidayati
Aldini Ila Hidayati Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Halo semuanya, sekarang aku masih mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi Syariah . Saya memiliki hobi desain, mengajar dan menulis. Dan saya mempunyai beberapa topik yang menarik buat diri sendiri bahkan ada beberapa proyek hasil karya yang saya buat sebelumnya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Aspek Bertentangan Putusan MK dan DPR Adanya Viral Peringatan Darurat Negara

6 September 2024   22:28 Diperbarui: 6 September 2024   22:42 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : instagram/@infomahasiswaunisba

 Setelah Peringatan Darurat Garuda berwarna biru yang tersebar luas di akun Instagram @narasinewsroom, @najwashihab, @matanajwa, dan @narasi.tv menjadi viral, banyak netizen dan publik figur turun tangan untuk menyebarkannya di media sosial. Ini bahkan menjadi topik trending di X dengan tagar '#KawalPutusanMK sebagai pertanda bahwa keadaan Indonesia sedang darurat pada tanggal 22 Agustus 2024 lalu. Dan sampai mahasiswa mengadakan demonstrasi di berbagai tempat, seperti Bandung, Jakarta, Yogyakarta dan daerah lainnya. Peringatan darurat garuda tersebut mendorong masyarakat untuk menentang revisi UU Pilkada yang dibuat DPR secara mendadak di rapat paripurna, setelah adanya keputusan MK tentang syarat pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah dari jalur partai politik yang berkaitan dengan ambang batas pencalonan dan batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur. Akhirnya, DPR menunda pengesahan revisi UU Pilkada dan mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi tentang pendaftaran pasangan calon kepala daerah untuk Pilkada Serentak 2024. Ini dilakukan karena masyarakat ingin DPR mematuhi keputusan MK dan tidak mau dipermainkan oleh pemerintah politik seperti sebelumnya adanya pemilihan presiden (pilpres).

Selain itu, ada perbedaan hasil pendapat antara MK dan DPR tentang UU Pilkada ini, di mana DPR menolak keputusan MK dengan alasan bahwa itu mengganggu transaksi pemerintahan politik. Akibatnya, DPR dianggap "keras kepala" terhadap keputusan MK. Menurut Peneliti Perludem Usep Hasan Sadikin mengatakan putusan MK bersifat final dan mengikat dan DPR tidak bisa semena-mena mengubah, membatalkan atau mengabaikan. Dan ada penjelasan dari Susi Dwi Harijati, Pakar Hukum Tata Negara  mengatakan jika ada perubahan undang- undang yang tidak sesuai dengan putusan MK dikatakan sebagai tidak mematuhi hukum.

Dalam informasi ini Mahkama Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah inkonstitusional bersyarat. Dampaknya, syarat pencalonan kepala daerah yang sebelumnya mewajibkan partai politik memiliki sekurang-kurangnya 20% kursi di DPRD atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu anggota DPRD di daerah tersebut. Dengan keputusan ini, peluang partai-partai kecil sekarang dapat mencalonkan kandidat kepala daerah tanpa perlu berkolaborasi dengan partai lain. Menurut Mahkamah Konstitusi, calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah harus memenuhi persyaratan usia minimum. Dalam proses pencalonan untuk memilih calon kepala daerah dan wakilnya, usia minimum dimaksudkan untuk ditetapkan. Menurut putusan Mahkamah Konsitusi ini, syarat usia dihitung sejak pasangan calon kepala daerah ditetapkan, bukan sejak pelantikan seperti yang diputuskan oleh Mahkamah Agung sebelumnya.

Dalam hal ini beberapa aspek terjadinya pertentangan antara putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam adanya fenomena peringatan darurat garuda dapat menimbulkan berbagai dampak yang signifikan terhadap sistem hukum, politik, dan pemerintahan di Indonesia seperti

1. Adanya Krisis Kepercayaan Publik terhadap institusi negara
Seperti dikatakan bahwa munculnya kritik terhadap kinerja DPR dalam menyusun undang-undang yang dianggap tidak sesuai dengan konstitusi sehingga putusan MK dan DPR bertentangan serta menimbulkan persepsi bahwa proses legislasi tidak mempertimbangkan konstitusi secara menyeluruh sehingga rakyat sudah hilang kepercayaan terhadap pemerintah dan institusi negara lainnya dalam publik.

2. Politik Hukum yang Berkepanjangan
Bahwa DPR bisa merespon putusan MK dengan cara merevisi undang-undang yang telah dibatalkan atau memperdebatkan putusan tersebut dengan alasan lainnya. Proses ini bisa memperpanjang perdebatan politik yang tidak produktif dan mengalihkan perhatian dari masalah yang lebih mendesak.

3. Ketegangan Politik
Pertentangan antara putusan MK dan DPR dapat memicu ketegangan antara lembaga legislatif dan yudikatif. Misalnya DPR merasa bertentangan dengan putusan MK terkait persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dan menggelar rapat secara cepat untuk merubah revisi UU pilkada dengan alasan kepentingan lain. Tidak hanya masalah konflik antarlembaga tetapi menimbulkan rakyat melawan dengan revisi UU Pilkada yang diubah oleh DPR.

Demikian, dengan adanya viral yang begitu banyaknya masyarakat turun tangan demi menjaga demokrasi Indonesia dengan peringatan darurat garuda berwarna biru bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik disebabkan pertentangan antara putusan MK dan DPR dapat menghasilkan dampak yang cukup kompleks terkait Polemik UU Pilkada.

Sumber :
https://law.uii.ac.id/blog/2024/08/23/peringatan-darurat-negara/  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun