Mohon tunggu...
Aldina Hasti Putri
Aldina Hasti Putri Mohon Tunggu... Penulis - mahasiswa universitas Jember

mahasiswa prodi perencanaan wilayah dan kota universitas jember. menyukai dunia literasi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Perspektif Peresmian Food Estate NTT dari Kacamata Perencana Wilayah

24 April 2021   11:45 Diperbarui: 24 April 2021   12:21 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata FOOD ESTATE atau lumbung pangan nasional, mungkin sudah sering kita dengar, tapi apa sih sebenarnya food estate itu dan bangaimana konsepnya?

Food estate adalah konsep pengembangan pangan oleh pemerintah yang terintegrasikan dengan pertanian perkebunan ataupun peternakan dalam satu kawasan, namun biasanya adalah tanaman padi dan jagung yang nantinya berfungsi untuk peningkatan kestabilan pangan di Indonesia.

Konsep food estate sudah diperkenalkan sejak masa pemerintahan Suharto, pembangunan food estate pada kalimantan tengah di lahan gambut ini direncanakan pada lahan seluas 1 juta hektar. Namun, dikarenakan masih terkendalanya pengetahuan pemerintah yang kurang dan persoalan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang banyak membuat proyek ini gagal total dan membuat negara rugi sampai 1,3 Triliun untuk proses perbaikan saat itu.

Berkaca dari trauma masa lalu, Indonesia malah dengan pemerintahan Jokowi saat ini menjadikan Food estate sebagai proyek strategis nasional ketahanan pangan. Muncul banyak pro kontra dalam penentuan kebijakan ini, banyak pengamat pertanian atau ekonomi menentang, masyarakat pun juga ada yang membuat pernyataan tidak setuju dikembalikanya program food estate.

Food estate telah mengambil hak petani Indonesia, pemerintah akan semakin jauh dari petani lokal dan semakin memberi singhasana pada investor besar yang menanamkan modalnya di proyek Food estate pemerintah maupun perluasan dengan membuka sawah-sawah baru yang ambisius. Bagaimana jika cetak sawah terus dilakukan dengan perebutan tanah milik petani lokal dengan negara?

Maka hal itu akan semakin banyak petani menjadi buruh tani, dan petani lokal akan hilang perlahan. Masyarakat berpendapat bahwa urusan pangan harus diberikan pada petani, pemerintah jangan mengambil alih. Dan yang lebih membahayakan jika pemerintah tidak mampu mengontrol distribusi produksi hasil dari Food Estate maka para investor akan menjadi penentu harga pasar yang menguntungkan bagi pemodal.

Terlepas dari itu semua, baru saja pada bulan februari 2021 kemarin, presiden Jokowi mengunjunggi Sumba tenggah NTT untuk meresmikan pembukaan food estate. Sedikitnya ada 11 desa yang menjadi titik sentral kegiatan food estate di Kabupaten Sumba Tengah. Ke-11 desa itu di antaranya Desa Wairasa, Umbu Mamijuk, Umbu Pabal Selatan, Umbu Langgang, Anakalang, Wailawa, Tana Modu, Oka Waci dan Makatakeri.

Jika melihat dari sisi perencana wilayah mengenai proyek Food estate, kalau saya boleh berpendapat proyek food estate ini mempunyai niat yang baik guna kestabilan pangan dan pastinya mengingat penduduk negara hingga Desember 2020 mencapai 271.349.889 jiwa diperlukan kebutuhan pangan yang sangat banyak untuk swasembada pangan. Namun, kekhawatiran mengenai dampak kerugian dari adanya itu juga harus di fikirkan.

Pada pembanggunan program Food Estate yang akan diarahkan memanfaatkan teknologi hijau dan mengaplikasikan teknologi agrikultur terbaru untuk mengurangi limbah pertanian, penggunaan pupuk yang berlebihan, serta berbagai ancaman lainnya adalah langka antisipasi yang diberikan pemerintah.

Dari aspek perencanaan wilayah sebuah kawasan pastinya memiliki daya dukung dan daya tampung berbeda-beda, tidak semua lahan kosong bisa dibangun pertanian, begitu juga untuk lahan food estate nah sebelumnya untuk tanah yang akan dibangun food estate lebih diteliti lebih lanjut apa lahan ini nantinya dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi atau malah merugikan.

Pada aspek ekonomi, pastinya sangat memerlukan banyak pekerja dalam proses food estate dan diharapkan akan terjadinya peningkatan ekonomi wilayah. Bisa jadi mungkin banyak transmigran jawa yang bekerja di NTT untuk food estate, memungkinkan timbulnya banyak rumah-rumah pekerja yang di bangun. Maka diperlukan antisipasi dari sekarang mengenai menajemen lahan khususnya pada Sumba tenggah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun