Remaja di Jawa Barat saat ini dikenal dengan kecenderungan mereka untuk menggabungkan bahasa Sunda dengan bahasa Indonesia, yang dikenal dengan istilah bahasa campursari. Kecenderungan ini terlihat dalam berbagai konteks, termasuk diskusi informal, unggahan di media sosial, dan hasil karya orisinal seperti podcast dan film TikTok.
Para remaja sering kali memulai pembicaraan dalam bahasa Indonesia dan kemudian menambahkan kata-kata atau ungkapan Sunda untuk menyampaikan keakraban, komedi, atau emosi. Misalnya, ungkapan seperti "Kamu teh kumaha sih, aku kan udah bilang?" atau "Aku lapar, tapi duitna teu aya" semakin populer.
Menurut Dinda (17), seorang pelajar SMA di Bandung, penggunaan campursari membuat komunikasi terasa lebih santai dan dekat. "Kadang kalau pakai bahasa Sunda murni itu kesannya formal atau terlalu kaku. Tapi kalau dicampur sama bahasa Indonesia, ngobrolnya jadi lebih asik," ujar Dinda.
Salah satu sumber utama penguatan perilaku ini adalah media sosial. Di Jawa Barat, banyak remaja dan pembuat konten yang menggunakan berbagai bahasa untuk berkomunikasi dengan pemirsa lokal dengan cara yang lebih personal. Kombinasi bahasa ini sering digunakan untuk meningkatkan daya tarik dan relevansi konten dalam bentuk video humor, sketsa, dan vlog.
Meskipun penggunaannya meluas, ada ketidaksepakatan mengenai tradisi ini. Penggunaan bahasa Sunda murni dapat dirusak oleh campursari, menurut beberapa orang. Kebiasaan mencampurkan bahasa Sunda dengan bahasa Indonesia telah menyebabkan banyak anak muda kehilangan kemampuan mereka untuk berbicara dengan benar.
Inisiatif pelestarian bahasa Sunda dipromosikan oleh sejumlah kelompok linguistik dan budaya Jawa Barat dalam upaya untuk mengatasi situasi ini. Di antaranya adalah penggunaan bahasa Sunda asli dalam pidato, tulisan, dan kontes seni. Selain itu, para pendidik di sekolah-sekolah juga masih menggalakkan penggunaan bahasa Sunda di dalam kelas.
Fenomena bahasa campursari menunjukkan potensi interaksi antara budaya nasional dan lokal. Jika dikelola secara efektif, praktik ini dapat menjadi cara yang inovatif untuk memperkuat identitas budaya Jawa Barat di masa kini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H