Mohon tunggu...
Aldillah Rafly Adha
Aldillah Rafly Adha Mohon Tunggu... Penulis - Remaja yang penuh dengan harapan di masa depan

Halo! Seorang remaja yang dilahirkan di lingkungan sederhana ingin memberikan suatu perubahan pada peradaban dengan karyanya melalui media tulis dan cetak. Salam Hangat Generasi Harapan!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dampak Sosial Dari Penggusuran

28 Agustus 2020   16:35 Diperbarui: 28 Agustus 2020   20:09 2236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah Panjang dilalui negeri ini dengan berbagai peristiwa yang berhubungan dengan masyarakat. Tak jarang pula terjadi konflik sehingga pemerintah saling adu dengan masyarakat dengan masalah yang berkaitan. Entah itu masyarakat yang tidak terbuka dan tidak mengikuti aturan pemerintah atau pemerintah yang tidak memperhatikan warga dan kukuh tetap menjalankan kebijakan walaupun merugikan masyarakat. Salah satunya  peristiwa yang sering terjadi adalah penggusuran. Menurut Wikipedia, Penggusuran adalah suatu tindakan merobohkan bangunan yang telah dibangun sebelumnya yang dilakukan oleh pihak yang berwenang dengan beberapa sebab.

Ada beberapa penyebab terjadinya penggusuran yang dilakukan pemerintah, antara lain, Untuk merapikan dan menata ulang kembali suatu tempat atau wilayah, untuk memberi ruang bagi pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum, untuk menertibkan bangunan-bangunan liar yang dibangun tanpa izin atau melanggar hukum, untuk menertibkan bangunan-bangunan liar yang mengganggu estetika kota, tata ruang kota, mengganggu kenyamanan masyarakat, dan untuk menertibkan bangunan-bangunan yang dapat merusak alam.

Dikutip dari Tirto.id , dari data Lembaga Bantuan Hukum (LBH) , di tahun 2018 terdapat 79 titik penggusuran yang menimpa 277 kepala keluarga di Jakarta. Adapun data yang masuk tersebut, beberapa diantaranya dilakukan secara paksa karena masalah tempat hunian yang melanggar hukum dan mengganggu suatu area lingkungan. Sehingga nasib masyarakat kadang menjadi prihatin, dari pemberian tempat tinggal di rusun yang tidak sesuai bahkan tanpa pemberian uang ganti rugi. Ini pun menjadi isu yang sering banyak diangkat oleh masyarakat karena menyangkut masalah sosial dan kesejahteraan masyarakat.

Lain hal apabila penggusuran karena pembangunan jalan raya, jalan tol, normalisasi kali, pembangunan waduk, atau bandara. Kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan sesuai dengan UU Pengadaan Tanah (UU No. 2/2012). Pelaksanaan pembebasan tanah dan bangunan untuk pelaksanaan proyek harus mengacu pada Peraturan Presiden No. 71/2012. Dengan adanya peraturan tersebut, terlampir pula kejelasan tahap – tahap sebelum melakukan  penggusuran. Sehingga masyarakat dapat mengetahui dasar – dasar penegakan kebijakan yang bersumber pada peraturan tertulis.

Pada kasus yang sama, tepatnya di Jalan Pisangan, Kelurahan Pisangan Timur, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur terjadi penggusuran. Beberapa kios yang hampir 500 meter panjangnya terpaksa digusur. Penggusuran ini disebabkan ada proyek pembangun perlintasan Double Double Track (DDT) yang dilakukan oleh pihak Kereta Api Indonesia (KAI).

Proyek DDT sendiri telah dilaksanakan dari tahun 2015 dari Stasiun Jatinegara sampai Stasiun Cakung sepanjang 9 km. Dan pada Desember 2019 sudah rampung 8,5 km, hanya tinggal di daerah Pisangan yang belum rampung. Pembangunan yang dilakukan untuk meningkatkan jam kereta api untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan moda transportasi kereta api.

Kios – kios yang berdiri sepanjang jalan Pisangan tersebut tidak banyak melakukan macam – macam, setelah ada sosialisasi dari pemerintah setempat, mereka langsung bergerak untuk mencari lapak lain. Namun, mereka menyayangkan waktu yang diberikan sangat mepet sehingga banyak dari mereka tidak menemukan lapak barunya. “Kami tidak menolak, tapi relokasi dan waktu yang diberikan itu terlalu mepet,” kata Iyus, penjual pisang semenjak 1991. Mereka tidak minta ganti rugi karena tanah yang mereka pakai untuk gelar lapak adalah milik KAI. Dan pada tahun 2013 telah terjadi kesepakatan bahwa KAI tetap memperbolehkan mereka menduduki lahannya, namun suatu saat jika lahan itu hendak digunakan, mereka harus tertib.

Bila telah memenuhi kesepakatan yang ada antara pemerintah dan masyarakat setempat, kedepannya akan mudah untuk mengambil kebijakan. Hal ini berdampak pada tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, dengan komunikasi yang jelas kedepannya akan mudah untuk melakukan kerjasama untuk memajukan negara karena masyarakat turut bantu. Namun akan fatal apabila pemerintah memberikan ketidakjelasan atas kebijakan yang akan dilakukan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun