Mohon tunggu...
Aldi Irawan
Aldi Irawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Petualang

Puisi. Esai. Filosofi. Absurditas.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Harapan - Interpretasi Bagian Buku Zarathustra "Tentang Pohon di Lereng Gunung"

21 Desember 2023   12:45 Diperbarui: 23 Desember 2023   17:10 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Angin dapat membengkokkan dan meruntuhkan Pohon. Angin memang tidak terlihat tetapi dampaknya sangat signifikan terhadap pohon tersebut.

Dalam buku Zarathustra karya Friedrich Nietczhe, ditemukan bagian cerita di mana seorang pemuda yang berputus asa. Keputusasaannya dipengaruhi oleh perasaan yang seperti angin merobohkan batang harapannya yang tinggi.

Seorang pemuda menjelaskan bahwa Ia selalu mendapatkan dirinya bersendiri saat berada "di atas". Saat dirinya hendak mencapai kesuksesan atau mimpi, orang-orang selalu menjauhinya. Hal itu mempengaruhi perasaan dan menghambat mimpinya.

Zarathustra mendefinisikan pemuda tersebut sebagai Manusia-Mulia yang ingin menciptakan hal-hal dan kebajikan baru. Manusia-Mulia mempunyai harapan yang tinggi seperti pahlawan. Namun, karena nafsu/ perasaan yang sulit dikendalikan. Maka, harapan yang tinggi itu dapat ditumbangkan oleh perasaan -- seperti pohon yang dirobohkan angin.

Adapun, Nietzsche yang mendeskripsikan istilah Manusia-Mulia sebagai orang yang memiliki keinginan berkuasa yang tiada henti. Sehingga, mereka disebut sebagai Manusia-Mulia karena masih dianggap barbar dan memiliki sifat yang alami. Nietzsche memiliki kekaguman tersendiri terhadap sifat-sifat alamiah manusia seperti pernyataannya untuk tidak menyalahartikan ego sebagai sesuatu yang buruk, dan pernyataannya untuk tidak menghujat tubuh yang masih memiliki harapan dan keinginan yang tinggi.

Mengapa harapan sangat penting dalam mewujudkan mimpi itu sendiri? Umpanya pohon yang disiram oleh sebuah harapan yang membuat pohon tersebut tumbuh menjadi pohon yang kokoh dan tinggi. Pohon tersebut tidak menghiraukan kesendiriannya sebab Ia mempunyai sesuatu yang Ia senangi dan dari hal yang Ia senangi itulah muncul harapan yang menyiramnnya menjadi pohon yang besar. Pohon yang besar ini kemudian akan kuat walaupun angin (perasaan) mencoba merobohkannya. Ia tidak akan jatuh bila perasaan ter-alianasi karena kesendirian mencoba menjatuhkannya.

Maka dari itu, harapan penulis dari hasil interpretasi "Tentang Pohon di Lereng Gunung" dapat memberi manfaat bagi pembaca sebab ini mengajarkan kita untuk tidak berputus asa dan terpengaruh oleh perasaan yang menjatuhkan. Hadapilah kesendirian untuk sebuah harapan. Lakukanlah apa yang kita senangi karena itu yang kita harapkan. Kita harus dapat mempertahankan harapan dalam hidup seperti halnya kutipan berikut:
"Pernah mereka [Manusia-Mulia] mengira akan menjadi pahlawan: kini mereka itu budak nafsu [budak perasaan]. Bagi mereka pahlawan itu penyakit dan teror. Tapi, dengan cinta dan harapanku aku mohon engkau [Manusia-Mulia]: jangan tolak pahlawan dalam jiwamu! jagalah kemuliaan harapan tertinggimu!" (Nietzsche, 1977, Hlm. 99)
Demikian kata Zarathustra.

Sumber:

Nietzsche, Friedrich. 1977. Zarathustra. (HB. Jassin, Terjemahan). Yogyakarta: IRCiSoD.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun